bakabar.com, JAKARTA - Dari ratusan unit Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dimiliki, ternyata baru sedikit yang turut berpartisipasi sebagai off taker (penjamin) produk UMKM. Hingga saat ini, jumlah UMKM yang telah masuk di rantai pasok industri baru sebesar 7%.
Jumlah tersebut tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Vietnam yang komposisinya telah mencapai 24,7%. Padahal, peran BUMN sebagai perpanjangan tangan pemerintah, utamanya sebagai salah satu off taker dirasa sangat strategis.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pemerintah wajib mendampingi para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya menuju skala yang lebih besar. Hanya melalui pendampingan, gerak langkah UMKM dalam negeri menjadi selaras dengan tujuan pemerintah untuk membuat UMKM naik kelas.
Saat ini, salah satu masalah besar yang dihadapi oleh para pelaku UMKM adalah terkait dengan sertifikasi. Sertifikasi menjadi syarat administratif yang harus dipenuhi oleh UMKM jika ingin terlibat dalam pengadaan barang dan jasa di sektor pemerintahan dan swasta.
Baca Juga: Kecilnya Angka BUMN Serap Produk UMKM, Ekonom: Kualitasnya Kurang Layak
"Ini bagi UMKM mahal biayanya, nah itu mungkin harus diberikan semacam insentif, pendampingan juga dari pemerintah, pemerintah daerah," kata dia kepada bakabar.com, Kamis (6/7).
Bhima menambahkan, cash flow dari para pelaku UMKM juga masih terbatas. Hal itu dampak dari terbatasnya modal yang dimiliki. Akibatnya, UMKM sulit berkembang untuk masuk di rantai pasok industri.
"Sehingga UMKM akhirnya mundur ketika harus dalam pengadaan barang apalagi dalam kuantitas yang cukup besar karena butuh modal," ujarnya