Makin Cakap Digital

Webinar Literasi Digital di SMPN 7 Prabumulih Bahas Tantangan Hoaks 

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) berkolaborasi dengan SMPN 7 Prabumulih melaksanakan webinar literasi digital Se

Featured-Image
Literasi digital garapan Kemenkominfo di SMA Prabumulih.

bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) berkolaborasi dengan SMPN 7 Prabumulih melaksanakan webinar literasi digital sektor pendidikan.

Kegiatan yang mengangkat tema “Tantangan Hoaks dalam Dunia Pendidikan” telah digelar pada Jumat (12/5) pukul 09.00-11.00 WIB, berlokasi di SMPN 7 Prabumulih, Kota Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan.

Webinar literasi digital di lingkungan pendidikan merupakan salah satu upaya dalam mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan menuju Indonesia #MakinCakapDigital.

Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi digital secara positif, produktif, dan aman, yaitu dengan menyuguhkan materi yang didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.

Baca Juga: Literasi Digital Edukasi Pelajar SMA Aceh Besar Dasar Keamanan Akun Medsos

Berdasar laporan We Are Social, jumlah pengguna internet di Indonesia pada Januari 2022 mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dari tahun sebelumnya, dan dimana 191,4 juta penggunanya menggunakan media sosial.

Namun, penggunaan internet tersebut membawa berbagai risiko, karena itu peningkatan penggunaan teknologi internet perlu diimbangi dengan kemampuan literasi digital yang baik agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan bijak dan tepat. 

Hasil survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Katadata Insight Center (KIC), didapatkan skor atau tingkat literasi digital masyarakat Indonesia pada tahun 2022 berada pada angka 3,54 poin dari skala 1-5. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam kategori sedang. 

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan menilai indeks literasi digital Indonesia belum mencapai kategori baik. “Angka ini perlu terus kita tingkatkan dan menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan literasi digital,” katanya melalui virtual. 

Baca Juga: Literasi Digital di SMP Kabupaten Pidie, Pentingnya Teknologi dalam Proses Belajar-Mengajar

Webinar yang menyasar target segmen pelajar SMP ini sukses dihadiri oleh sekitar 500 peserta daring, dan juga dihadiri beberapa narasumber yang berkompeten dalam bidangnya. Kegiatan tersebut diawali dengan sambutan dari Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan, dihadiri narasumber Erfan Hasmin (Kepala Unit ICT Universitas DIPA Makassar), narasumber lain Roni Ardiansyah, S.Pd.,M.Si (Kepala SMPN 7 Prabumulih/ Wakil Ketua MKKS Kota Prabumulih), kemudian bersama Key Opinion Leader (KOL) Vean Mardhika (Influencer), serta Isrotullaeni, S.Pd sebagai juru bahasa isyarat dan dipandu oleh moderator Diny Brilianti.

Sesi pertama, narasumber Erfan Hasmin menyampaikan materi keamanan digital dan mengenai informasi palsu atau hoaks. Terdapat beberapa tips keamanan digital yaitu menggunakan antivirus di komputer atau ponsel, menggunakan password yang kuat, mengaktifkan autentikasi dua faktor (2FA), tidak memberikan kode OTP pada orang lain atau siapapun. 

Lalu menghindari sembarang klik ‘OK’ atau ‘setuju’ di web atau aplikasi tanpa membaca terlebih dahulu, memperbarui software yang dipakai, menggunakan browser yang sudah diperbarui, serta menyimpan data di beberapa tempat.

Selain itu, hoaks adalah sebuah konten (teks, gambar, video) ataupun berita kebohongan yang dikemas semenarik mungkin agar bisa mendapat kepercayaan masyarakat. Dampak hoaks yaitu menimbulkan perpecahan, menurunkan reputasi seseorang, tidak lagi mempercayai fakta, menimbulkan opini negatif, dan merugikan masyarakat.

Orang lebih cenderung percaya hoaks jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki, misal seseorang memang sudah tidak setuju terhadap kelompok tertentu, produk, atau kebijakan tertentu, ketika ada informasi yang dapat mengafirmasi opini dan sikapnya tersebut, maka ia mudah percaya, 88 % pernah menyebarkan hoaks, walau hanya meneruskan.

Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 3 Muaro Jambi, Yuk Kenali Tantangan Hoaks Dunia Pendidikan

“Saya memiliki panduan sebelum kita melakukan sharing informasi, pertama judul yang provokatif, jadi kalau ada judul yang provokatif, terdapat capslock, punya tanda seru yang cukup banyak, judulnya terlalu sensasional, bisa kita justifikasi ini berita tidak benar," jelasnya.

Kedua cermati alamat sumber, memeriksa apakah sumber berita ini dari alamat terpercaya, selanjutnya cek keaslian foto di google, penyebaran hoaks didukung dengan gambar yang representatif, tetapi gambar biasanya tidak mewakili fakta sebenarnya terhadap konten dari hoaks tersebut.

"Tidak berhubungan dengan yang terjadi, tips keempat kita punya kemampuan untuk membaca keseluruhan dari konten tersebut, apabila sudah membaca dan terlalu fenomenal sulit untuk jadi kenyataan, itu kita bisa filter jangan sampai kita menjadi pelaku penyebaran hoaks, dan yang terbaru kita bisa berperan aktif untuk mengetahui hoaks terlebih dahulu sebelum hoaks itu sampai ke kita, salah satunya dengan gabung dan  memfollow akun anti hoaks,” ujar Erfan. 

Webinar literasi digital garapan Kemenkominfo.
Webinar literasi digital garapan Kemenkominfo.

Giliran narasumber kedua, Roni Ardiansyah, S.Pd.,M.Si menjelaskan mengenai hoaks. Ciri-ciri berita hoaks yaitu berita yang didapat menimbulkan kecemasan, kebencian, atau juga permusuhan antara satu sama lain, tidak ada sumber berita yang jelas yang dapat dipertanggungjawabkan, informasi bersifat menyerang, berat sebelah, dan tidak netral.

Lalu memiliki judul provokatif yang tidak sesuai dengan isi berita, memaksa untuk membagikan berita tersebut agar viral, berita yang diluncurkan tidak menyeluruh ada fakta yang disembunyikan, menggunakan data dan foto fiktif agar berita yang ditulis dapat dipercaya, dan ditulis oleh media yang tidak kredibel.

“Dampak hoaks di dunia pendidikan sangat berdampak sekali, pertama menimbulkan rasa khawatir dan cemas terhadap guru dan siswa, kegiatan belajar sedikit terpengaruh karena ketakutan yang ditimbulkan oleh berita tersebut."

Jika terjadi hal tersebut harus berkomunikasi, anak-anak harus bertanya sehingga bisa menemukan kebenaran, kedua membuat orang untuk berpikir negatif, misalnya berita hoaks tentang figur guru atau figur siswa, akhirnya ketika ada orang yang sudah mempunyai rasa tidak simpati kepada berita yang disampaikan. 

"Seolah mereka akan langsung berpikiran negatif, dan berusaha mempengaruhi orang di sekitarnya, selanjutnya menyulut emosi, emosi masih labil untuk anak-anak, anak-anak jangan mudah terpengaruh, beritanya dibaca benar-benar, jangan mudah terpengaruh, selanjutnya pengetahuan yang salah yang disampaikan guru kepada murid, siswa belum bisa memikirkan apakah hal itu benar atau tidak mereka langsung mempercayai, yang terakhir dengan hoaks penipuan sering terjadi, banyak SMS tidak bertanggung jawab” jelas Roni.

Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 3 Unggulan Kayu Agung, Etika Jadi Kunci

Selanjutnya, giliran Vean Mardhika yang merupakan seorang Influencer, menyampaikan bahwa setiap orang bisa menjadi orang yang menyebarkan berita hoaks, karena terlanjur tidak mengecek berita tersebut, terlanjur mudah tersulut emosi, tidak mempunyai emosional kontrol yang baik, dan cenderung menyebarkan berita tersebut.

“Ketika kita terlanjur menyebarkan, dan kita akhirnya mengetahui bahwa ternyata itu berita hoaks, itu kena mental, kita akan dihantui oleh rasa takut, panic attack, bahkan sampai stres,” kata Vean.

Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Kemudian moderator memilih tiga penanya untuk bertanya secara langsung dan berhak mendapatkan e-money.

Pertanyaan pertama dari Melly Astika yang mengajukan pertanyaan bagaimana caranya anak-anak milenial bisa memanfaatkan secara positif dalam menggunakan internet.

"Terkadang ketika kita sedang mengakses internet muncul iklan yang mengarah ke konten negatif, kemudian bagaimana caranya kita bisa membalas komentar netizen yang kadang tidak suka dengan postingan kita di sosial media yang mengarah ke cyber bullying?" paparnya. 

Serta bagaimana cara menghindari penyebaran hoaks tersebut?.

Baca Juga: Belajar Pentingnya Etinet di Webinar Literasi Digital: Gegara Kucing, Pelajar Gagal Beasiswa

Narasumber Erfan Hasmin menanggapi bahwa perlu kontrol atau pengawasan agar beranda, explore kita muncul hal hal positif, dalam bersosial media itu sudah ada pengaturan kontrol akun untuk menonaktifkan rekomendasi iklan.

Beranda bahkan pertemanan bernuansa positif karena sosial media merekam semua kegiatan yang kita lakukan. Tips untuk tidak terkena berita hoaks adalah melapor konten-konten negatif yang muncul di beranda atau explore sosial media. 

Pertanyaan kedua dari Arifiansya Budiman yang mengajukan pertanyaan bagaimana menyikapi hal tersebut karena terkadang menimbulkan perdebatan apabila kita berusaha untuk meng-counter informasi hoaks tersebut. 

Narasumber Roni Ardiansyah, menanggapi bahwa sebagai seorang guru mempunyai filter apakah berita ini benar atau tidak dengan mencocokan dengan kejadian yang ada.

"Apabila tidak sesuai jangan disebarkan berita tersebut. Diskusikan kepada rekan sekantor tentang berita yang didapat apakah berita tersebut benar dengan ilmu yang sudah dimiliki oleh akademisi."

Pertanyaan ketiga dari Wenny Melania mengajukan pertanyaan bagaimana cara guru untuk menenangkan hati anak didiknya, menjelaskan kepada anak didiknya di lingkungan sekolah atas berita hoaks yang seringkali mudah dipercaya oleh anak didik.

Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 3 Unggulan Kayu Agung, Etika Jadi Kunci

Kemudian narasumber Erfan Hasmin menanggapi bahwa hoaks akan mati jika kita memilih diam, diam tidak cukup, tetapi diam cukup baik daripada meneruskan berita hoaks. "Tapi informasi tersebut harus dihentikan agar tidak menyebar ke mana mana."

Selanjutnya narasumber Roni Ardiansyah, S.Pd.,M.Si juga menanggapi bahwa pelajari ciri-ciri hoaks, kemudian memberikan edukasi mengenai hoaks bukan menyulut emosi.

Sesi tanya jawab selesai. Setelah itu, moderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang bertanya di kolom chat dan berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp. 100.000. Moderator mengucapkan terima kasih kepada narasumber, Key Opinion Leader (KOL) dan seluruh peserta webinar. Pukul 11.00 WIB webinar literasi digital selesai, moderator menutup webinar dengan mengucapkan salam, terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.

Kegiatan Literasi Digital Sektor Pendidikan di Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk memberikan literasi digital kepada 50 juta orang masyarakat Indonesia hingga tahun 2024. 

Adapun Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan info literasi digital dapat diakses melalui website: literasidigital.id (https://literasidigital.id/) dan akun media sosial Instagram: @literasidigitalkominfo (https://www.instagram.com/literasidigitalkominfo/),  Facebook Page: Literasi Digital Kominfo/@literasidigitalkominfo (https://www.facebook.com/literasidigitalkominfo),
Youtube: @literasidigitalkominfo (https://www.youtube.com/@literasidigitalkominfo).

Editor


Komentar
Banner
Banner