bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membekali ratusan pelajar di SMP Kota Batam dengan etika berinternet atau etinet dalam seminar web literasi digital, Kamis (13/4).
Dalam webinar kali ini, Kemenkominfo mengajak masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif hingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya mengidentifikasi hoaks serta mencegah paparan berbagai dampak negatif penggunaan internet.
Pada webinar yang menyasar target segmen pelajar SMP ini sukses dihadiri oleh sekitar 1000 peserta daring, dan juga dihadiri beberapa narasumber yang berkompeten dalam bidangnya.
Kegiatan tersebut diawali dengan sambutan dari Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, dihadiri narasumber Arief Rama Syarif (Founder - Yayasan Komunitas Open Source), kemudian Qurniadi, (Sekretaris Dinas Pendidikan), serta Reni Risti Yanti (Presenter) bertindak sebagai Key Opinion Leader (KOL), Siti Kusherkatun, (Asih) sebagai juru bahasa isyarat dan dipandu oleh moderator Sonaria.
Para narasumber tersebut membahas tentang empat pilar literasi digital, yakni Digital Culture, Digital Ethic, Digital Safety dan Digital Skill. Sesi pertama, narasumber Arief Rama Syarif menyampaikan perihal budaya digital, dan tantangannya, yakni menipisnya kesopanan dan kesantunan, berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan.
Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 3 Unggulan Kayu Agung, Etika Jadi Kunci
Menurutnya, budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Termasuk menjadikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital, mewujudkan nilai-nilai pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital.
“Kalau melihat sesuatu harus bisa menahan diri, kalaupun ingin memberikan komen, berikanlah komen yang positif, jangan yang negatif," jelasnya.
Mengapa? Karena, sambung dia, budaya digital merupakan suatu hal yang membentuk cara berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi dalam lingkungan masyarakat menggunakan teknologi internet.
"Walaupun jarak kita jauh, dan kita tidak mengenal orang lain di bagian lain, atau kita melihat suatu hal yang kurang baik, sebaiknya kita tidak usah berkomentar negatif, kenapa? kalau kita berkomentar negatif, kita tidak mencerminkan budaya kita gitu, budaya seharusnya seperti di dunia nyata, sopan santun, ramah tamah, padahal budaya digital itu sama seperti budaya di dunia nyata,” ujar Arief.
Giliran narasumber kedua, Qurniadi, memberikan pemaparan bahwa sebagai pelajar perlu memiliki etika yang baik saat berinteraksi dengan orang lain di dunia digital karena etika menentukan dalam berinteraksi di dunia maya.
Etika tersebut meliputi menghargai pendapat orang lain dan dapat menghindari konflik yang terjadi. Sebagai pelajar perlu menghindari perundungan di dunia maya (cyberbullying) karena tindakan tersebut dapat merusak emosional dan akan melanggar prinsip beretika dalam berintegrasi di dunia digital.
Jika menemukan kasus cyberbullying, ia mendorong pelajar perlu segera melapor ke guru, atau ke pihak yang berwenang. Di dalam beretika mencakup menghargai privasi orang lain, mengetahui batasan-batasan privasi, dan tidak membagikan informasi pribadi orang lain, seorang pelajar juga perlu memastikan bahwa data pribadi dirinya aman, dan terlindungi dari orang yang tidak bertanggung jawab.
Pelajar juga perlu berpikir kritis untuk memastikan bahwa informasi yang dibagikan di media sosial adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan bukan informasi palsu alias hoaks.
Pelajar perlu menghargai kekayaan intelektual dan hak cipta dengan tidak melakukan pembajakan perangkat lunak dan penggunaan merek dagang tanpa izin, serta dilarang menyebarkan dan mengunduh karya orang lain secara ilegal termasuk musik, film, buku, dan perangkat lunak.
“Sebagai seorang pelajar, harus memiliki kesadaran akan dampak dari tindakan teman-teman kita di dunia digital ini, di mana setiap tindakan yang dilakukan di internet itu memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap diri sendiri dan orang lain," jelasnya.
Oleh karena itu, memahami dampak dari tindakan, dapat memilih dan bertindak dengan bijak dan bertanggung jawab dalam berinteraksi di dunia digital, membentuk reputasi pelajar itu sendiri yang juga harus dipertaruhkan di dunia maya, sambung Qurniadi.
Selanjutnya, giliran Reni Risti Yanti selaku Key Opinion Leader yang menyampaikan bahwa ruang digital tidak hanya milik personal, tetapi milik bersama.,
Maka, perlu saling mengingatkan terhadap tindakan buruk orang lain jika berada di sebuah forum agar orang lain sadar dan tidak melanjutkan komentar negatif.
Dampak etika di dunia digital itu, menurutnya ada dan berdampak panjang. Yang kerap disebut rekam jejak digital.
Rekam jejak digital tidak bisa dihapus dengan begitu saja. Mungkin bisa dihapus dengan sendirinya, tetapi bisa saja sudah ada orang lain yang meng-capture atau merekam sebelum dihapus.
"Rekam jejak digital perlu dijaga karena mempunyai dampak untuk masa depan seperti bekerja atau melanjutkan kuliah," jelasnya.
Ia pun memberi sebuah contoh ketika ada seorang siswa yang mendapat beasiswa di sekolah terkenal di luar negeri, tapi pada akhirnya batal karena ternyata dia pernah melakukan perundungan terhadap kucing.
"Jadi waktu itu dia bikin video, bercandaan menurut dia, videonya tuh dia sedang menyiksa kucing, yang dia anggap itu kucing milik dia, tapi gara-gara satu postingan itu, pada akhirnya dia tidak bisa mendapatkan beasiswa ke luar negeri, bayangkan dampaknya luar biasa banget, hanya gara-gara lupa bahwa yang namanya etika di media sosial itu ternyata ada,” kata Reni.
Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 7 Prabumulih Ajarkan Tantangan Hoaks di Dunia Pendidikan
Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Kemudian moderator memilih tiga penanya untuk bertanya secara langsung dan berhak mendapatkan e-money.
Pertanyaan pertama datang dari Suhartono. Ia mengajukan pertanyaan hal bagaimana caranya mengontrol budaya di masyarakat agar tidak membudaya karena banyak sekali keamanan data para guru akan terancam.
Arief Rama Syarif melihat edukasi perlu dilakukan minimal sekali dari keluarga masing-masing bahwa media sosial itu juga nyata, seperti di lingkungan sehari-hari.
Pertanyaan kedua datang dari Neni Sehwanti. Dia mengajukan pertanyaan bagaimana upaya yang tepat untuk meningkatkan kesadaran anak terhadap pentingnya etika digital.
Kemudian sejauh mana lingkungan dengan etika yang tidak baik akan memengaruhi kepribadian anak, termasuk cara berbicara dengan siswa atau anak yang mendidik.
Narasumber Qurniadi pun menanggapi bahwa penting untuk meningkatkan kesadaran untuk beretika di era digital. Produk yang dihasilkan bisa saja untuk memberi dampak positif dalam kontennya.
Pertanyaan ketiga datang dari Fatima Ganina Haya. Dia mengajukan pertanyaan bagaimana cara mengajarkan etika berdigital yang baik agar tidak terpengaruh oleh cyberbullying dan provokasi kepada keluarga. Khususnya orang tua yang aktif di medsos tapi masih minim sekali ilmu tentang literasi digital.
"Sementara jika anak yang ngasih tahu cenderung tidak pernah direspons, malah dikira ngatur orang tua, apa yang harus saya lakukan?" tanyanya.
Narasumber Arief Rama Syarif menanggapi bahwa hal yang perlu dilakukan di media sosial memiliki dampak positif dan negatif. Lakukan dari hal yang terdekat untuk berperilaku positif di media sosial.
Narasumber Qurniadi, menambahkan bahwa berperilaku sopan dan santun di media sosial, tidak berpengaruh dengan cyberbullying dan terprovokasi, juga dapat menjadi jawaban.
Baca Juga: Literasi Digital Bekali SMP Kabupaten Muaro Jambi Tentang Jenis Cyberbullying di Dunia Maya
Kemudian Key Opinion Leader Reni Risti Yanti juga menanggapi bahwa jika berada di media sosial jangan menjadi sosok yang berbeda ketika dengan di dunia nyata.
Semakin dewasa usia seseorang, semakin bisa memilah dan memilih bagaimana dia bersikap di media sosial, meski secara fakta tidak semua pengguna media sosial itu seusai dengan usia mereka.
Menurutnya, masih banyak anak yang perlu pendampingan orang tua. Dalam meminimalisir cyberbullying harus ada literasi dengan baik, salah satu caranya dengan ikut webinar, mendengarkan ilmu-ilmu yang dipaparkan oleh narasumber.
"Tidak hanya didengarkan tetapi diaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Perlu saring sebelum sharing, apakah hal tersebut ada manfaatnya atau tidak, jika tidak ada manfaat, tidak perlu di-sharing, cukup disimpan di kita saja," jelasnya.
Sesi tanya jawab selesai. Setelah itu, moderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang bertanya di kolom chat dan berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp100 ribu.
Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 7 Prabumulih Ajarkan Tantangan Hoaks di Dunia Pendidikan
Moderator mengucapkan terima kasih kepada narasumber, Key Opinion Leader (KOL) dan seluruh peserta webinar. Pukul 12.00 WIB webinar literasi digital selesai, moderator menutup webinar dengan mengucapkan salam, terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.
Kegiatan Literasi Digital Sektor Pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk memberikan literasi digital kepada 50 juta orang masyarakat Indonesia hingga tahun 2024.
Adapun Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan info literasi digital dapat diakses melalui website: literasidigital.id (https://literasidigital.id/) dan akun media sosial Instagram: @literasidigitalkominfo (https://www.instagram.com/literasidigitalkominfo/), Facebook Page: Literasi Digital Kominfo/@literasidigitalkominfo (https://www.facebook.com/literasidigitalkominfo),
Youtube: @literasidigitalkominfo (https://www.youtube.com/@literasidigitalkominfo).