Hukum Pidana

Wamenkumham Sebut Hukum Pidana Kekang HAM: Bidang Paling 'Sial'

Masyarakat harus memahami sifat dasar hukum pidana dapat mengekang HAM

Featured-Image
Ditjen Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) ‘merumahkan’ total 115.798 narapidana karena varian baru omicron Covid-19. Foto-Istimewa

bakabar.com, JAKARTA.COM - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej meminta masyarakat harus memahami sifat dasar hukum pidana dapat mengekang HAM.

"Hukum pidana itu sedikit banyaknya mengekang hak asasi manusia," kata Edward dalam sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, seperti dipantau di Jakarta, Selasa (26/10).

Atas dasar itulah, lanjutnya, masyarakat harus bisa memahami adanya peraturan ketat yang diterapkan negara kepada masyarakat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di hadapan para mahasiswa, Edward mengakui hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling sial. Menurut dia, hukum pidana akan lebih berorientasi pada negara dibandingkan warga negara.

"Jadi, dia memosisikan warga negara itu tidak sederajat dengan negara," kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu. Seperti dikutip Antara.

Oleh karena itu, Edward tidak menampik kondisi tersebut kerap menimbulkan pro dan kontra, apalagi dapat mengekang HAM. RKUHP yang saat ini masih dibahas, katanya, memiliki sejumlah tantangan terutama soal bagaimana mengubah pola pikir masyarakat (mind set) menuju paradigma hukum pidana modern.

Sebagai contoh, tambahnya, apabila terjadi suatu tindak kejahatan atau pidana, maka aparat penegak hukum, terutama masyarakat, cenderung mendorong pelaku segera dihukum dan dijatuhi hukuman berat. Hal itu berimbas pada hampir semua lembaga pemasyarakatan (lapas) di Tanah Air penuh.

"Kapasitas lapas di Indonesia itu hanya 160.000, sementara jumlah narapidana sudah 270,000," ujarnya.

Dengan hadirnya RKUHP, katanya, maka masalah kelebihan penghuni lapas dapat teratasi. Di saat bersamaan, masyarakat juga harus terus mendapatkan edukasi tentang perubahan pola pikir hukum, yang awalnya mengedepankan ajang balas dendam (lex talionis) menjadi keadilan restoratif.

Editor


Komentar
Banner
Banner