bakabar.com, JAKARTA - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta camat dan lurah se-Kota Pahlawan, Jawa Timur nekerja keras bersama untuk menurunkan prevalensi kasus bayi stunting pada tahun 2023.
"Ini yang namanya membangun Surabaya dengan hati dan gotong royong. Membangun itu tidak sedikit-sedikit pakai APBD, bisa lewat Baznas atau yang lain. Tapi, data ini harus tetap kami pegang semuanya," kata Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya di Jumat (3/2)
Selama tiga tahun terakhir, prevalensi stunting di Kota Surabaya mengalami penurunan signifikan, yakni pada tahun 2020 terdapat 12.788 kasus stunting, turun menjadi 6.722 di tahun 2021.
Baca Juga: Pemprov DKI Lawan Stunting dengan Pengentasan Kemiskinan
Selanjutnya, hingga akhir Desember 2022, kembali turun menjadi 923 kasus. Bahkan, pada Januari 2023, jumlah kasus stunting di Surabaya turun menjadi 889.
Untuk mengejar target nol stunting pada tahun 2023, Eri meminta camat dan lurah agar melibatkan pemangku kepentingan dan masyarakat sekitar.
Menurutnya selain intervensi melalui APBD Surabaya, pola gotong-royong dalam menangani bayi stunting juga bisa dilakukan. Untuk itu, pihaknya mengajak camat dan lurah untuk menggugah hati dan nurani masyarakat, terutama mereka yang memiliki rezeki berlebih supaya peduli terhadap warga yang masih membutuhkan.
"Membangun Surabaya ini harus melibatkan hati nurani masyarakat. Misalnya, ada perusahaan yang memiliki kelebihan harta, mereka bisa menjadi orang tua asuh untuk penanganan gizi buruk atau bayi stunting," kata dia.
Baca Juga: Jokowi Ingatkan Persoalan Stunting 23 Persen Kasus Bayi Meninggal dalam Kandungan
Tidak hanya soal bayi stunting, Cak Eri menyebut penanganan terhadap anak putus sekolah, gizi buruk, atau risiko ibu hamil, juga dapat menerapkan pola gotong royong. Maka dari itu, setiap camat dan lurah juga harus tahu berapa jumlah warga di wilayahnya yang perlu mendapatkan intervensi.
"Makanya saya ingin setiap camat dan lurah itu tahu berapa jumlah warganya yang stunting, risiko ibu hamil, anak putus sekolah atau gizi buruk. Sentuh hati masyarakat yang mampu agar mau membantu," ujar dia.
Setidaknya ada beberapa kecamatan di Surabaya yang sudah menerapkan pola gotong royong dalam menangani bayi stunting atau gizi buruk, di antaranya Kecamatan Asemrowo dengan menggandeng pemangku kepentingan atau perusahaan setempat untuk menjadika anak asuh bayi stunting.
Baca Juga: Gegara Marak Pernikahan Dini, Jember Jawara Kasus Stunting di Jatim
Selain itu, di Kecamatan Semampir membangun wilayahnya sekaligus membantu warganya yang terbatas secara ekonomi dengan program bantingan.
"Ini bisa dicontoh oleh camat-camat yang lainnya. Inilah yang dinamakan guyub-rukun membangun Surabaya dengan gotong royong masyarakat. Saya ingin mengembalikan rasa gotong royong wong Suroboyo," tukasnya.