Mereka; Kabid Bina Marga Dinas PUPRP HSU, Rahkmani Nor, Kasi Jembatan Marwoto, dan Pensiun PNS di Badan Pengelolaan Pajak dan Distribusi HSU, Taufikurahman.
Dari keterangan tiga saksi tersebut terungkap praktis korupsi berupa permintaan komitmen fee proyek kepada kontraktor tak hanya terjadi di Bidang Sumber Daya Air, tapi juga di bidang lain.
Seperti yang dinyatakan Marwoto, komitmen fee yang diminta Wahid untuk proyek di Bidang Bina Marga sebesar 13 persen.
“Delapan persen plus lima persen. Delapan untuk Jakarta, lima untuk beliau (Wahid). Saya enggak tahu maksud Jakarta. Katanya untuk ngurusin anggaran,” beber Marwoto.
Senada dengan itu, Taufikrahman juga mengakui adanya komitmen fee di setiap proyek. Di mana terungkap, selain PNS ia juga merupakan salah satu pemilik perusahaan kontraktor langganan di PUPRP HSU.
“Pernah, dimintakan bertahap. Waktu itu pekerjaan Tahun Anggaran 2019,” katanya.
Lebih spesifik, besaran uang yang pernah Ia serahkan secara bertahap melalui perantara mencapai Rp 210 juta.
“Diserahkan ke Arif, ke Mujib dan ada juga ke Pak Maliki,” bebernya.
Sementara itu, Rahkmani Nor saat diminta keterangan sering lupa dan berkata kurang tau saat ditanya jaksa KPK.
“Yang lebih banyak tau Marwoto,” ujarnya di hadapan majelis hakim persidangan yang diketuai Jamser Simanjuntak.
Usai persidangan, Jaksa KPK, Tito Zailani mengatakan pihaknya sengaja menghadirkan saksi dari Bidang-bidang selain SDA di Dinas PUPRP HSU.
Tujuannya tak lain untuk membuka, praktik korupsi berupa komitmen fee memang terjadi sejak lama dan dilakukan secara umum di Dinas PUPRP HSU.
“Tadi kan diterangkan saksi-saksi itu tidak terjadi di dinas bina marga saja, di sumber daya air ada. PUPRP secara keseluruhan,” ucap Tito.