bakabar.com, BANJARMASIN - Bentuk aksi protes warga desa Sumberagung, Rejotangan, Tulungagung, Jawa Timur, yang kompak menanam pohon di tengah kondisi jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki viral di media sosial.
Dalam video yang dibagikan oleh akun Instagram @terang_media tampak pohon-pohon pisang ditanam di tengah jalan rusak tersebut.
Sebenarnya warga sudah bersabar dengan kondisi jalan rusak dan dampak-dampak di belakangnya ditimbulkan. Namun lantaran tak kunjung diperbaiki para warga pun membuat aksi tersebut untuk menyuarakan keresahan mereka.
“Aksi penanaman pohon pisang di tengah jalan ini merupakan spontanitas warga dengan sendirinya, setelah Topa (salah satu warga setempat, Red) mengalami kecelakaan pada Rabu (8/3) malam kemarin. Aksi ini tidak ada yang memberi komando, inginnya masyarakat agar diperhatikan,” ujar salah satu warga Desa Sumberagung Kecamatan Rejotangan, Sukadi seperti dilansir dari radartulungagung.jawapos.com.
Dia bercerita sebenarnya jalan sepanjang 1,5 kilometer tersebut dibangun pada tahun 1993 lalu dengan aspal hotmix, bisa dibilang menjadi salah satu jalan terbaik di Tulungagung pada zamannya.
Namun seiring waktu berkembang, kondisi jalan sudah tua dan tidak mampu lagi memberikan kemudahan akses bagi warga. Apalagi, sangat minim sentuhan-sentuhan perbaikan atau perawatan yang dilakukan pihak berwenang.
“Kerusakan jalan mulai sangat parah itu terjadi pada kurun waktu tahun 2020 sampai 2021,” jelas Sukadi.
“Bukan menutup jalan, tapi mengamankan jalan. Prinsipnya di situ agar kerusakan tidak tambah parah,” jelasnya lagi.
Jika terus dibiarkan, warga merasakan berbagai dampak seperti kecelakaan sepeda motor hingga pemilik pertokoan di sepanjang jalan rusak tersebut mengalami penurunan omzet lantaran pembeli tidak mau singgah. Ketika hujan tiba, jalan berlumpur dengan ratusan lubang mirip kolam dadakan. Belum lagi debu setiap hari beterbangan saat musim panas sehingga membuat ratusan rumah harus sering disapu.
Akhir Januari lalu, warga sempat rapat dengar pendapat atau hearing bersama dengan Komisi D DPRD Tulungagung, dinas terkait, serta pemilik tambang. Kesepakatan pertemuan tersebut yakni truk yang melintas harus membawa muatan maksimal 8 ton.
Namun fakta di lapangan, truk-truk pembawa batu andesit itu tetap saja membawa muatan di atas 8 ton, bahkan mencapai belasan ton. Saat di hadapan media, penambang mengatakan hanya ada lima truk yang setiap hari beroperasi. Namun faktanya, tidak kurang dari ratusan truk lalu-lalang setiap hari.
Selain itu, Sukadi menilai keberadaan tambang itu tidak ada manfaatnya sama sekali untuk warga sekitar. Malah menjadi biang kerusakan jalan di desa.