Tak Berkategori

Usai Libur Panjang, Epidemilog Sarankan Wisatawan Karantina Mandiri

apahabar.com, JAKARTA – Epidemilog Griffith University Australia, Dicky Budiman, menyarankan bagi wisatawan yang baru melaksanakan perjalanan…

Featured-Image
Ilustrasi isolasi atau karantina mandiri di rumah untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Foto-Pixabay/fernandozhiminaicela via Suara.com

bakabar.com, JAKARTA – Epidemilog Griffith University Australia, Dicky Budiman, menyarankan bagi wisatawan yang baru melaksanakan perjalanan libur panjang untuk melakukan karantina mandiri sebelum melakukan aktivitasnya.

Dicky menilai kebijakan pemerintah yang mewajibkan untuk masyarakat menyertakan surat keterangan bebas Covid-19 melalui pemeriksaan rapid test antigen tidak terlalu berjalan efektif.

Agar penanganan Covid-19 berjalan efektif di tengah massa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) ini segala sesuatunya harus dilakukan secara konsisten dan berkomitnen.

“Walaupun ada kebijakan pemeriksaan rapid test antigen ya, kalau itu tidak dilakukan dengan konsisten dan komitmennya jelas, ya tidak efektif juga. Itu harus disertai karantina. Contoh pada saat ini yang pulang mudik, atau yang berlibur ini mereka harus dipastikan tujuh hari setidaknya diam di rumah,” kata Erick, seperti dilansir Okezone.com, Sabtu (2/1).

Bahkan, perusahaan-perusahaan seharusnya menerapkan sistem bekerja dari rumah atau work from home. Batas waktunya, sambung Dicky, tidak ditentukan sampai dinilai pandemi Covid-19 sudah terkendali.

“Nah, WFH itu juga harus dilakukan. WFH ini kondisi yang harus dilakukan setidaknya sampai situasi pandemi terkendali, yang saat ini masih tidak terkendali,” tuturnya.

Dia pun menjelaskan, niat pemerintah untuk mengendalikan pandemi Covid-19 nampaknya belum bersinergi secara efektif. Salah satunya, kata dia, terbukti dari adanya pemberian diskon-diskon yang berkaitan dengan pariwisata.

“Terjadinya masyarakat berlibur atau keramaian ini menunjukkan strateginya belum bersinergi antara kemauan untuk mengendalikan dengan apa yang dilakukan regulasinya. Malah ada diskon dan sebagainya,” ucapnya.

Dicky mengatakan, tingginya angka positivity rate di Indonesia jauh dari standar aman yang ditetapkan WHO memastikan bahwa pandemi Covid-19 belum bisa terkendali. Per Jumat 1 Januari 2021, angka positivity rate Indonesia mencapai 15,8 persen.

“Positivity rate kalau itu lebih dari 10 persen artinya situasi pandemi tidak terkendali. Kalau lebih dari 20 persen, artinya selain penyebaran tidak terkendali juga sudah terjadi outbreak besar,” ungkapnya.

Sekadar informasi, pemerintah mewajibkan rapid test antigen bagi pelaku perjalanan selama Natal dan Tahun Baru 2021. Bagi mereka yang menyiapkan perjalanan harus ingat masa berlaku rapid test antigen yang hanya tiga hari, begitu juga PCR test cuma tujuh hari.

Komentar
Banner
Banner