bakabar.com, JAKARTA - Di usia 41 tahun, sederet jabatan diemban Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018. Terpilih sebagai bupati di usianya yang baru menginjak 29 tahun, Maming pun tercatat dalam rekor MURI sebagai bupati termuda di Indonesia.
Usai mengemban jabatan bupati, Maming kemudian terpilih sebagai ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia atau HIPMI.
Tak berselang lama, memasuki medio Januari 2022, Maming menjadi orang kedua di Kalsel yang menjabat pengurus pusat Nahdlatul Ulama (NU) sebagai bendahara umum.
Namun langkah Maming yang tengah di puncak kesuksesan, terganjal perkara dugaan gratifikasi pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara PT BPKL ke PT PCN yang terjadi pada 2011 silam.
Berbekal kesaksian Hendry Soetio, direktur PT Prolindo Cipta Nusantara yang telah tutup usia 2021 silam, KPK menetapkan Maming sebagai tersangka. Menariknya, penetapan tersebut terhitung singkat. Hanya berselang sepekan setelah KPK menerbitkan surat dimulainya penyelidikan.
Dukungan untuk Maming
Bicara soal pengalihan IUP, terbitnya izin tersebut sedianya telah melalui kajian di tingkat daerah hingga pusat. Bahkan IUP yang dikeluarkan telah mendapat stempel clear and clean dari Kementerian ESDM.
Sekretaris PWNU Kalsel, Berry Nahdian Furqon melihat di kalangan akar rumput masyarakat masih percaya bahwa Mardani H Maming merupakan korban kriminalisasi.
"Bukan hanya grass root, namun di kalangan elite pun banyak yang yakin ini kriminalisasi," jelas Berry, Sabtu siang (14/1).
Berry sependapat dugaan kriminalisasi ini juga bertujuan agar status mantan narapidana yang melekat ke Maming agar ia tidak bisa lagi bertarung di kancah politik dan kepemimpinan lainnya.
Sementara di kancah politik, Maming adalah ketua DPD PDI-Perjuangan Kalsel, sebuah posisi yang ikut menentukan siapa calon gubernur Kalsel di kontestasi 2024.
"Tapi, itu hanya salah satunya, motif lainnya adalah pertarungan bisnis dan superioritas," jelas Berry.
"Ada seseorang yang merasa lebih kuat lebih hebat dan tidak mau ada orang lain yang melebihinya," sambungnya.
Berkaca dari Kasus Serupa
Tuntutan 10 tahun penjara terhadap Mardani H Maming dianggap terlampau tinggi dibanding kasus-kasus serupa lainnya.
Mengambil contoh Nurdin Abdullah. Eks Gubernur Sulawesi Selatan itu dituntut 6 tahun penjara terkait suap dan gratifikasi. Begitu pula dengan Maliki. Terpidana kasus gratifikasi di lingkup Pemkab Hulu Sungai Utara itu dituntut jaksa 4 tahun penjara.
Maming merupakan CEO PT Batulicin 69 dan PT Maming 69, perusahaan holding yang membawahi 35 entitas anak bisnis mulai dari perusahaan pertambangan mineral, pengawasan alat berat, pelabuhan, perkebunan hingga properti. Puluhan perusahaan Maming mampu mempekerjakan ribuan karyawan.
Sama seperti dugaan yang diembuskan pakar hukum tata negara Denny Indrayana, Berry pun menduga ada pihak-pihak dengan kekuatan dan uangnya mendorong KPK untuk menarget Mardani H Maming. "Kasus ini seperti orderan," serganya.
Jika dugaan itu benar, Berry pun turut menyayangkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berhasil disusupi oleh kasus-kasus titipan seperti itu.
Masyarakat, menurut Berry mesti kritis dan turut menyuarakan kebenaran agar ke depan tidak ada lagi aksi kriminalisasi oleh orang atau kelompok tertentu yang menguasai jaringan bisnis, kekuasaan, dan hukum.
Sebagaimana sudah jadi pengetahuan umum, kebanyakan mereka yang berseberangan dengan kelompok tersebut dikriminalisasi. "Seperti petani dan masyarakat adat karena memperjuangkan lahan mereka yang digusur. Ada juga wartawan karena memberitakan secara kritis kelompok tersebut, ada politikus dan pebisnis lainnya," ujar mantan direktur eksekutif Walhi Nasional ini.