bakabar.com, JAKARTA - Ketua DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengungkapkan bahwa terjadi tumpang tindih dalam aturan pengupahan. Pengusaha menggugat itu untuk mendapatkan kepastian.
Pasalnya dalam kebijakan pengupahan yang sudah berjalan, pengusaha mengikuti aturan PP no 36 tahun 2021.
Namun di sisi lain Kementerian Ketenagakerjaan juga mengeluarkan Permenaker no 18 tahun 2022, untuk mengatur besaran UMP 2023.
"Bagi pengusaha itu kan rancu jadinya. Rancunya adalah PP yang lebih tinggi masih berlaku, tapi tiba tiba ada aturan Permenaker," kata Sarman kepada apahabar di Hotel Aryaduta Menteng Jakarta Pusat, Rabu (7/12).
Kerancuan dari regulasi tersebut, akhirnya membuat kondisi di lingkup pengusaha menjadi tidak kondusif.
"Kalau seperti ini kan regulasi mana yang sebenarnya mau dipakai?. Jadi itu yang kita kritisi," ucap Sarman.
Pemerintah diharapakan juga bisa melibatkan pengusaha ketika melakukan penyempurnaan atau perubahan aturan.
Karena dalam pengaturan UMP, selain ada kepentingan buruh, di dalamnya juga ada kepentingan penguasaha.
"Karena pengusaha lah yang mengeluarkan anggaran untuk membayar upah itu," ujar Sarman.
Maka itu dirinya berharap agar gugutan yang dilayangkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) kepada Mahkamah Agung dapat dimenangkan.
"Jadi kami bukan pada posisi mempermasalahkan besaran UMP, tapi lebih ke dasar aturannya itu," ungkap Sarman.