Oleh: Wiwik Agustinaningsih, M.Pd
SUKU Badui meminta internet dihapuskan dari wilayah peradaban mereka. Demikian pemberitaan baru-baru ini.
Alasannya ialah karena para remaja terlalu asik dengan dunia digital sehingga dikhawatirkan budaya yang mereka pegang lambat laun akan tergantikan oleh budaya baru yang masuk lewat peradaban modern yang diakses melalui internet.
Bukan hanya suku badui, keberadaan internet pun menjadi momok bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya pendidik generasi, orangtua dan guru.
Demikian pula pembaharuan kurikulum dari masa ke masa. Berganti menteri pendidikan, berharap gebrakan yang dilakukan dapat menjawab tantangan peradaban yang dihadapi saat ini.
Namun juga dengan segala pro dan kontra yang mengiringinya. Sebut saja wacana penghapusan pelajaran agama beberapa tahun yang lalu atau dengan menghilangkan frasa agama pada road map pendidikan 2020-2035.
Tentu saja menjadi ancaman bagi wajah pendidikan yang akan datang. dengan pertanyaan, sumber daya manusia seperti apa yang diharapkan tanpa pendidikan agama? Untung saja klarifikasi yang dilakukan menteri pendidikan saat itu melegakan bahwa tidak ada penghapusan.
Rentang tahun 2020-2035 ialah kelimpahan SDM produktif bagi Indonesia. Mereka yang ada pada masa ini ialah generasi Phi. Siapa itu generasi Phi?
Dr Muhammad Faisal dalam bukunya memahami milenial pengubah Indonesia memberikan gambaran Generasi Phi adalah generasi yang masa remajanya di awal abad 21.
Tantangan dalam masa berkembangnya yakni kemajuan dunia digital dan mobile, sehingga pengaruh gaya hidup luar sangat mudah masuk dalam budaya mereka. Tidak salah jika suku badui meminta untuk penghapusan jaringan internet di wilayah mereka. Selain itu maraknya korupsi di pemerintahan, radikalisme, pasar bebas turut mempengaruhi generasi ini.
Sumber daya manusia produktif bisa jadi modal pembangunan namun juga tidak menutup kemungkinan sebagai beban pembangunan. Kenapa menjadi beban? Kurang kompetennya generasi pada suatu bidang menjadikan mereka tertinggal.
Penggunaan intenet yang kurang bijak menjadikan waktu yang harusnya dimanfaatkan untuk mengasah keterampilan, memperdalam ilmu, menggali kecerdasan, bahkan untuk bersosial menjadi berkurang (alienated). Alhasil, SDM yang unggul ibarat peribahasa jauh panggang dari api.
Pada dasarnya jaringan besar sistem komunikasi yang menghubungkan berbagai sisi kehidupan ini memiliki dampak positif dan negatif. Melalui media tersebut bisa diperoleh wawasan, menunjang pendidikan, mempermudah transaksi keuangan.
Sementara keberadaan internet pada sisi negatif berpotensi menurunkan kecerdasan seseorang. Bagaimana caranya? Konten pornografi yang bebas di akses bisa saja tanpa sengaja terlihat oleh anak. Apalagi jika sengaja.
Munib Chatib dalam buku orangtuanya manusia menyebutkan, dengan 70% sumber pengetahuan dari visualisasi, maka media yang menyajikan pornografi akan membuat otak bagian belakang lebih aktif dibanding otak lainnya. Khususnya otak depan yang mempengaruhi kecerdasan seseorang.
Disinilah peranan pendidikan untuk menjadikan generasi Phi yang produktif menjadi modal pembangunan. Tantangannya ialah ciri khas anak yang hidup pada masa awal abad 21.
Mereka cenderung pada keinginan pribadi untuk melakukan sesuatu sesuai minatnya (passion) dan memiliki kreativitas tinggi, terbuka terhadap keberagaman (pluralis), bersifat kerja kolaboratif. Bagaimana mengarahkan cara pandang generasi ini agar menjadi SDM produktif di masa gencaran internet yang juga mengancam?
Mengutip tulisan Dr Abdullah Nashih ‘Ulwan dalam bukunya Pendidikan anak dalam islam, ada 7 tanggung jawab pendidik yakni Pendidikan iman, moral, fisik, akal, kejiwaan, sosial, seksual.
Jika kita tilik ketujuh bentuk pengajaran yang perlu diterima anak tersebut, sangat dibutuhkan pada zaman sekarang dalam mendidik anak generasi Phi.
Perhatian terhadap 7 tanggung jawab pendidikan ini menjadi hal utama dalam proses mendidik oleh para pendidik. Kalau dalam ilmu fisika ada istilah besaran pokok yang berarti besaran dasar yang tidak diperoleh dari besaran lainnya.
Tujuh besaran pokok tersebut dapat menjadi unsur besaran turunan yang mendefinisikan besaran fisika lainnya.
Berhasilnya menjaga ketujuh tanggung jawab pendidikan dengan amanah maka diharapkan dapat memberikan dampak turunan lainnya yang lebih potensial. Tujuh besaran pokok pendidikan generasi Phi tersebut yakni:
1. Pendidikan Iman
Pendidikan yang menjadikan anak mengenal tuhan. Agama merupakan jalan hidup, pedoman yang akan menjadi kontrol bagi seorang individu dalam melakukan segala tindakannya.
Dengan capaian ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi dan melihat aplikasinya dalam kehidupan, dunia barat memahami bahwa kemajuan tersebut tidak akan memberi dampak apa-apa bahkan bisa jadi merusak jika tidak dibarengi oleh nilai agama yang dipegang oleh individu.
Sebagai contoh berbagai kasus penyimpangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, membina anak untuk selalu beriman kepada Allah dengan jalan mengajarkan cara ibadah yang khusyu, merenungi dan memikirkan penciptaan langit dan bumi saat usianya mulai membedakan baik dan buruk yakni 7-10 tahun, adalah keutamaan.
2. Pendidikan Moral
Keimanan yang tertanam dengan benar berbuah akhlak yang luhur. Penyebab kerusakan moral ialah teladan dan lingkungan yang buruk. Untuk menjadi teladan, para pendidik perlu memberikan perhatian ekstra pada perilaku diri yang santun dan sesuai dengan ajaran agama yang lurus.
Kemudian mengawasi lingkungan tempat anak bertumbuh agar selalu dalam kondisi yang baik dan aman, jauh dari perilaku amoral.
3. Pendidikan Fisik
Perhatian terhadap asupan gizi anak yang halal dan baik serta latihan fisik yang sesuai dengan usianya ialah jalan yang perlu ditempuh pendidik. Hal ini bertujuan agar generasi yang dididik kelak tumbuh sehat dan kuat.
Di samping semua hal di atas, penting bagi pendidik mewaspadai fenomena membahayakan fisik yang berkembang di masyarakat, seperti rokok, narkoba, minuman keras, dan perilaku seks menyimpang.
4. Pendidikan Akal
Upaya dalam mencapai kematangan akal yakni memberikan pendidikan formal maupun non formal pada anak. Proses yang ditempuh melalui perolehan ilmu tersebut diharapkan membentuk pola pikir yang sesuai ilmu serta budaya.
Memilihkan sekolah yang baik adalah kewajiban para orangtua. Sekolah yang bertujuan untuk membina akhlak mulia, perolehan pengetahuan dan siswa yang terampil sehingga memberikan manfaat bagi kehidupan dunia akhirat.
5. Pendidikan Kejiwaan
Sejak awal perkembangannya, kepribadian anak diarahkan agar menjadi pemberani, jujur, mandiri, peduli terhadap lingkungan sekitarnya.
Inti pendidikan ini adalah membentuk kematangan pribadi dan pengendalian emosi agar kelak mampu menjalankan kewajiban-kewajibannya secara sempurna.
Di antara cara yang dapat ditempuh yakni para pendidik dapat membiasakan anak untuk sering berkomunikasi baik dengan orang dewasa, sebaya, maupun anak-anak sehingga nantinya tidak minder. Menanamkan sikap jujur dalam setiap keadaan.
6 Pendidikan Sosial
Setiap individu adalah makhluk sosial. Tanggung jawab pendidik ialah mengarahkan sosok anak untuk berinteraksi di masyarakat dalam keadaan matang berpikir, jiwa yang sehat, cerdas, serta bijak.
Kebijaksanaan salah satunya dapat diperoleh dengan banyak wawasan, baik dengan kegemaran membaca atau pengalaman langsung. Dengan memahami rambu-rambu sosial yang bersumber dari akidah Islam yang lurus dan menjalankannya maka diharapkan dapat memberi keselamatan pada kehidupan sosial anak.
Hal penting lainnya yang perlu ditanamkan dalam konsep pendidikan sosial ialah mendidik anak agar menjauhi sikap marah, cenderung pada memaafkan orang lain. Karena kita tahu bahwa banyak masalah sosial muncul karena kemarahan sesaat dan lisan yang tidak terjaga.
7. Pendidikan Seksual
Gencaran teknologi khususnya keberadaan internet sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat saat ini. Youtube sebagai media hiburan menjadi salah satu pilihan orangtua untuk mengalihkan perhatian anak balitanya agar tenang. Internet dengan dua sisi positif dan negatif.
Sisi positif bisa menjadi media belajar menarik untuk anak, sedangkan sisi negatif di antaranya bahaya pornografi yang bermula dari mengumbar aurat hingga merangsang syahwat. Untuk itu anak perlu pendampingan orangtua selama menggunakan internet.
Inti pendidikan seksual ialah mengenalkan sejak dini anggota tubuh mana yang menjadi aurat sehingga memahami batasan mana yang boleh dan tidak boleh untuk dipandang apalagi disentuh oleh orang lain.
Demikian 7 tanggung jawab pendidikan anak khususnya generasi Phi maupun generasi yang terus lahir nantinya. Dengan memfokuskan pada realisasi tanggung jawab tersebut, kita sebagai pendidik berharap ledakan SDM yang diprediksi di tahun 2035 adalah generasi yang memberi kemanfaatan bagi pembangunan.
Penulis adalah Dosen Tadris Fisika FTK UIN Antasari Banjarmasin
------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini adalah kiriman dari publisher, isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis