bakabar.com, BARABAI - Para santriwati yang diduga menjadi korban pencabulan AJM (61), belum semuanya dapat pendampingan khusus.
AJM sendiri merupakan oknum pengasuh salah satu pondok pesantren sekaligus panti asuhan di Kecamatan Limpasu, Hulu Sungai Tengah (HST)
Sejauh ini, baru dua korban yang sudah ditangani Dinas Sosial Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Perlindungan Perempuan dan Anak (Dinsos PPKB dan PPA) HST.
“Yang masuk ke kita hanya TA (8) dan KA (12) yang sudah kita berikan penanganan," kata Kepala Dinas Sosial PPKB dan PPA, HM Yusuf didamping tiga pegawainya, Farida Apriyana, Kabid PPA, Wahyuni, Kabid Sosial dan Hj Rusmilawati Kasi Rehabilitasi Sosial kepada bakabar.com di kantornya, Selasa (30/7).
Secara keseluruhan ada sembilan anak yang menjadi korban pencabulan AJM. Para korban tak semuanya berasal dari Bumi Murakata, sebutan Kabupaten HST. Untuk penanganan korban dari luar HST Yusuf mengatakan itu bukan lagi ranah mereka.
"Saya pikir bagusnya di mana mereka berada maka di situlah mereka ditangani. Ya kalau butuh bantuan dari kita tidak masalah koordinasi saja ke kita. Kami siap mendampingi," terang Yusuf.
Soal pendampingan para korban, Yusuf sudah melakukan penangan sesuai prosedur dan melakukan upaya 'trauma healing'.
Beberapa kali psikolog dari rumah sakit didatangkan bahkan membentuk tim khusus untuk menangani dan mendampingi para korban pasca-pencabulan.
Selain itu mereka juga aktif memantau perkembangan kasus AJM dari media sosial dan masyarakat. Bidang PPA juga rutin dijadwalkan untuk mengunjungi korban.
"Terakhir kita berkunjung dan berjumpa orang tua korban dan diperoleh informasi kisaran pekan kedua bulan tadi (16/7/2109) si anak sudah masuk pesantren. TA di salah satu Ponpes di Halong dan KA di salah satu Ponpes Amuntai," sambung Farida.
Ponpes tempat TA sekarang belajar memang mengkhususkan menerima peserta didik di bawah umur 10 tahun. Beruntungnya ponpes tersebut memiliki bimbingan konseling dan psikolog sendiri.
"Psikis korban sudah membaik dari laporan psikolog dari kita yang bekerja sama dengan rumah sakit. Kalau ada perubahan atau segala macam, silakan dilapor ke kita biar kita ketahui apa kira-kira yang diperlukan untuk penanganannya," terang Yusuf.
Sejauh ini pihak kepolisian tengah berupaya merampungkan berkas perkara AJM untuk segera dilimpahkan ke jaksa.
Yusuf menjamin Pemkab HST melalui instansinya siap untuk mendampingi para korban saat proses penyidikan maupun bersaksi saat di meja hijau nanti.
"Kita bila ada kabar kapan pun dan dimana pun, sudah disiapkan tim. Asalkan koordinasinya nanti diberitahu," jelas Yusuf.
Terpisah, Uwah salah satu orang tua korban membenarkan Pemkab HST telah mendatangi kediamannya pada Juni 2019 lalu untuk memberikan satu kali 'Trauma Healing'. Dari psikolog yang dibawa dinas dari rumah sakit, mereka menjadwalkan untuk 8 kali pertemuan untuk pendampingan korban.
"Karena sibuk saya tak bisa untuk kelanjutannya membawa TA dan KA ke psikolog rumah sakit," kata Uwah via telepon, kemarin.
Uwah juga memastikan saat ini kedua korban sudah disekolahkan kembali ke salah satu Ponpes, masing-masing di Halong dan Amuntai.
Diwartakan sebelumnya, polisi memastikan ada sembilan anak yang menjadi korban pencabulan AJM. Mereka semua berstatus santriwati di ponpes milik AJM.
"Ya, ada penambahan. Kini bertambah dua orang yakni R (21) dan SM (19). Total, jadi sembilan korban. Keduanya berasal dari luar daerah. Salah satunya dari Tamban," kata Kapolres HST AKBP Sabana Atmojo melalui Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Iptu Sandi, kepada bakabar.com, Kamis (11/7) sore.
R dan SM menyusul empat korban pertama yang melapor lebih dulu. Masing-masing KA (12) asal Barabai, SR (19) asal Barito Kuala, SL (16) asal Balangan, dan TA asal Melak, Kaltim. Nama terakhir bahkan masih berusia 8 tahun.
Setelah empat korban tadi, muncul lagi nama LS (14). Korban kelima ini datang jauh-jauh dari Kalimantan Tengah.
Sedangkan untuk korban keenam dan ketujuh, adalah TR dan SA. Polisi tak menjelaskan gamblang berapa usianya.
Untuk diingat terungkapnya kasus kekerasan seksual anak di bawah umur ini bermula dari adanya laporan salah satu orang tua korban pada 9 Mei.
Butuh sebulan lamanya bagi polisi mendalami kasus ini sebelum benar-benar menyampaikannya ke publik.
Dari pendalaman, rupanya kasus ini diduga sempat ditutup-tutupi pelaku. Jauh sebelum mencuat ke permukaan, jalan damai sempat coba ditempuh pelaku.
Sejumlah pengajar ponpes di sana sempat tak berani melapor ke polisi. Lebih memilih cerita ke masyarakat, sampai akhirnya sampai ke telinga orang tua korban.
Baca Juga: Dari Tragedi Limpasu HST, Pengajar ULM Dorong Perlindungan Santriwati
Baca Juga: INFOGRAFIS: Korban Pencabulan di Ponpes Limpasu HST Bertambah Lagi!
Baca Juga: Pencabul Santriwati di Ponpes Limpasu HST Segera Diadili
Baca Juga: Korban Pencabulan di Ponpes Limpasu HST Bertambah Jadi 9 Anak!
Baca Juga: Tragedi Limpasu HST Masuk Radar Kementerian!
Baca Juga: Kemenhukum Kawal Proses Hukum Tragedi Limpasu HST
Baca Juga: Korban Aksi Cabul Pengasuh Ponpes Limpasu Ternyata 7 Orang
Reporter: HN LazuardiEditor: Fariz Fadhillah