bakabar.com, JAKARTA - Direktur Pemberdayaan Perempuan TPN Ganjar-Mahfud, Sandrayati Moniaga menyampaikan isu reforma agraria yang disampaikan Cawapres Nomor Urut 3 Mahfud MD melanjutkan agenda dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Apa yang disampaikan oleh Pak Mahfud tentang reforma agraria sebenarnya melanjutkan agenda Presiden Jokowi. Jadi Presiden Jokowi sudah ada agenda reforma agraria yang saat ini terlalu heavy on legalicacy," ujar Sandra di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/1).
Baca Juga: Hasto Sebut Indonesia Butuh Sosok Mahfud yang Tegas dan Adil
Sandrayati Moniaga mengungkapkan Paslon Capres-Cawapres Ganjar-Mahfud perlu dinggap sangat penting karena ini berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat dan berjalan sesuai dengan aturan perundang-undangan.
"Sudah berapa ribu sertifikat tapi reforma agraria sebagai mana tertuang dalam dokumen Perpres maupun TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001 bukan hanya legalisasi, dia harus masuk ke redistribusi, restitusi hak, dan penyelesaian konflik," ujarnya.
Sandra menyebut berkaitan dengan isu reforma agraria pasangan calon (paslon) nomor urut 3 bakal ada upaya penyelesaian konflik hingga upaya redistribusi dan restitusi.
Baca Juga: Alasan Mahfud MD Jadi Cawapres Ganjar di Secarik Surat untuk Jokowi
"Bagaimana dengan isu reforma agraria? Reforma agraria dijelaskan oleh Pak Mahfud memang ada legalisasi kemudian ada redistribusi, reforma agraria juga mencakup restitusi atau pemulihan hak dan khusus agenda Ganjar-Mahfud ada penyelesaian konflik," tuturnya.
"Kenapa perlu itu? Karena negara kita itu memang mendapat warisan baik zaman Kolonial dan pemerintahan Orde Baru konflik agraria yang luar biasa," jelas Sandra.
Mantan Komisioner Komnas HAM itu menduga ada sekitar 6 ribu kasus setiap tahun perihal konflik agraria. Hal itu menambahkan data yang diungkap Mahfud MD saat debat cawapres bahwa ada sekitar 2.500 kasus konflik agraria.
Baca Juga: Alasan Mahfud MD Jadi Cawapres Ganjar di Secarik Surat untuk Jokowi
"Jadi kalau diikuti Pak Mahfud bilang sekitar 2.500 kasus itu yang dilaporkan ke Polhukam, di Komnas HAM setiap tahun kami menangani hampir 3.000 kasus bisa sebagian sama maupun lain.
Ada yang ke BPN, ada yang ke LHK, ESDM, dan KSP jadi bayangkan saya menduga sekitar 6.000 kasus setiap tahun yang mungkin lebih dari separuhnya kasus yang tidak selesai puluhan tahun. Ada kasus sejak saya di Walhi sampai sekarang belum selesai, Toba Pulp Lestari misalnya di Sumatera Utara dan lain-lain," tukasnya.