Hot Borneo

Tipu Daya Oknum Polisi di Banjarmasin Kelabui Perempuan hingga Hamil

Oknum polisi di Banjarmasin, Briptu RA, terjerat kasus asusila sampai membuat korbannya hamil dan mendapat cibiran dari orang-orang sekitar.

Featured-Image
Ilustrasi oknum polisi terjerat kasus kekerasan seksual. Foto-Istimewa

Oknum polisi di Banjarmasin, Briptu RA, terjerat kasus kekerasan seksual sampai membuat korbannya hamil dan mendapat cibiran dari orang-orang sekitar. Laporan ini memuat cerita sang perempuan yang hingga kini masih menanti keadilan.

Riyad Dafhi Rizki, BANJARMASIN

SUATU HARI, sebuah pesan masuk di aplikasi Tinder, sosial media pencari teman, yang diunduh NR atas saran dari kawannya pada Desember 2021 silam.

"Hai," ujar seorang pria yang akunnya match dengan akun milik NR beberapa waktu sebelumnya.

"Waktu itu, saya hanya balas sekadarnya," kata NR mengingat awal kisah perkenalannya dengan RA, pria yang belakangan menjadi sosok antagonis pembawa kenangan paling pahit dalam hidupnya.

Meski dibalas dingin, RA yang awal berkenalan mengaku sebagai seorang wiraswasta, kala itu terus gigih mengirimkan pesan singkat, hampir setiap hari.

Seiring waktu, karena NR jarang membuka aplikasi Tinder miliknya, RA pun meminta kontak WhatsApp. Meski akhirnya memberi, NR masih bersikap cuek. Membalas pesan RA seadanya.

"Dia selalu nge-reply kalau saya sedang upload story di Whatsapp," ujar perempuan bertinggi 158 centimeter itu.

Medio Januari 2022, NR sedikit melunak. Pesan dari RA mulai intens dibalasnya. Hingga satu waktu di pertengahan Februari, mereka membuat janji bertemu.

Awalnya, NR hanya ingin berjumpa di sebuah kafe, namun tidak dengan RA. Dia ingin langsung menjemput NR di kediamannya, yang ada di bilangan Banjarmasin Utara.

"Dia bilang kalau ingin langsung bertemu orang tua saya, sekalian mau izin karena mau membawa anak perempuan," tutur NR mengenang perkataan RA waktu itu.

NR lantas mengiyakan. Cara ketika RA menjemputnya di rumah hari itu, membuatnya menilai pria ini adalah pribadi yang baik dan sopan.

Sore hari itu, mereka pergi ke sebuah kafe di kawasan Pramuka Banjarmasin, dan bercerita banyak hal.

Dari pertemuan itu, komunikasi keduanya terus berlanjut. Hampir saban hari, mereka berbalas pesan. NR juga mulai simpatik dengan sosok RA yang selalu bersikap manis.

Kira-kira satu atau dua pekan berikutnya -NR tidak terlalu ingat- RA kembali memintanya untuk bertemu.

Kali ini, RA mengajak NR untuk pergi jalan-jalan ke Jembatan Barito yang secara administrasi berada di kabupaten sebelah atau Barito Kuala. Jaraknya dari Banjarmasin, bisa ditempuh sekitar 30 menit.

Alasan RA mengajak NR ke sana, katanya, supaya bisa puas ngobrol ketika di jalan. Tapi NR skeptis. Ngapain ke sana? pikirnya. Tempat itu terbilang sepi, hanya ramai aktivitas hilir-mudik kendaraan.

NR lantas menawarkan opsi untuk pergi ke Marabahan saja, yang juga ada di Kabupaten Barito Kuala. Di sana, dia berniat untuk sekalian mengunjungi temannya. RA sepakat.

Namun sore itu, NR kelelahan dan ketiduran cukup lama sepulang kerja. Hari menjelang gelap saat RA menjemput NR.

Keduanya pun membatalkan keinginan untuk pergi ke Marabahan, "kalau berangkat sekarang, khawatir akan pulang kemalaman," ujar RA kepada NR. RA kemudian hanya mengajak NR jalan-jalan memutari Kota Banjarmasin saja.

Dari rumah NR, mereka naik motor metik menyusuri Jalan Pangeran Hidayatullah menuju kawasan Gatot Subroto. 

Ketika keluar di simpang empat bawah Fly Over di Jalan A Yani, RA membelokan kemudi sepeda motornya ke kiri, menuju arah luar Kota Banjarmasin.

Di salah satu retail belanja di kawasan A Yani Kilometer 6, mereka berhenti untuk membeli cemilan.

Usai itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan, namun arah tujuan berputar kembali ke dalam Kota Banjarmasin, dan berhenti di salah satu hotel di A Yani Kilometer 5. 

"Kita santai dulu di sini," ujar RA ke NR, yang waktu itu tidak menyimpan kecurigaan terhadap pria berusia 26 tahun itu.

Ketika itu, NR mengira, RA hanya sekadar mengajaknya bersantai di kafe yang ada di hotel tersebut.

Namun dugaan NR salah. Ketika NR, sedang duduk di lobi, RA justru sibuk mereservasi sebuah kamar di resepsionis hotel. 

Beberapa menit kemudian, RA mengajaknya naik ke lantai atas untuk menuju sebuah kamar. 

"Kita santai dulu di kamar, sekalian mau mantau junior," dalih RA waktu itu.

NR sempat kebingungan, "junior apa?" tanya NR, "nanti kujelaskan di atas," jawab RA.

NR manut saja, mengikuti langkah kaki RA, hingga mereka tiba di depan pintu sebuah kamar.

Di sepanjang perjalanan dari lobi ke kamar, RA juga sempat bercerita kalau ada beberapa orang yang katanya adalah junior RA, sedang berada di kamar-kamar hotel tersebut.

Ketika masuk kamar hotel, NR dan RA hanya berduaan.

Waktu itu, RA langsung berbaring di kasur, sedang NR duduk di kursi yang posisinya ada di dekat jendela.

Mereka berdua pun banyak berkisah.

Saat itu, RA akhirnya mengaku, kalau dia sebenarnya bukanlah wiraswasta, melainkan anggota polisi berpangkat briptu yang bertugas di Satuan Polair Polresta Banjarmasin.

Di sela perbincangan, RA bilang kepada NR, "jangan takut ya." 

"Iya, asal gak diapa-apain," balas NR.

Namun sejurus kemudian, pria yang kira-kira bertinggi badan 170 centimeter dengan berat hampir 90 kilogram itu bangun dari posisi berbaringnya, langsung menyerang NR dan menciuminya.

Kemudian, RA menarik tangan NR, dan mendorongnya hingga terbaring di kasur.

"Saya terbaring dan langsung ditindihin. Badannya besar, saya gak bisa lawan. Hanya bisa bilang, jangan!" cerita NR.

Di momen itu, NR merasa syok dan takut. Karena di sana mereka hanya berduaan, NR juga khawatir, kalau dia melawan, RA sampai nekat menyakitinya.

"Saya gak bisa lawan. Saya seperti nge-freeze, saat itu. Takut juga kalau dipukul atau diapa-apain," ujarnya.

Sambil membisikkan kata-kata manis, dan berjanji bertanggungjawab, RA kemudian melancarkan perbuatan amoralnya kepada NR.

Usai melakukan itu, RA lagi-lagi menghamburkan janji-janji manis, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya atas NR.

Saat kembali berbincang, RA kemudian meminta NR untuk mengonsumsi satu minuman yang diduga membuatnya mengantuk, sampai ketiduran.

"Kemungkinan besar, saat saya tertidur, dia kembali melakukannya. Saat saya bangun, dia (RA) sudah tidak ada di tempat. Dia tinggalkan pesan, kalau dia sedang ada apel," ungkap NR.

Sejatinya, kata NR, di benaknya, sempat muncul keinginan untuk melaporkan perbuatan RA pasca kejadian di hotel itu. Namun lagi-lagi, mulut manis RA, membuat ia luluh. RA selalu mengumbar narasi berjanji akan bertanggungjawab kepada NR.

Hubungan mereka pun terus berjalan seiring waktu. Hingga pada Agustus 2022, seorang kawan mengungkapkan kepada NR, kalau RA merupakan pria beristri dan beranak satu.

Perempuan berusia 26 tahun ini mulanya sempat tidak percaya dengan yang disampaikan kawannya itu.

"Sebab, dia (RA) selalu ngajak saya ke kantornya, ketemu seniornya. Saya pikir, kok bisa teman atau seniornya gak bilang, kalau dia sudah beristri?" sergah NR.

Namun bukti-bukti yang dibeberkan oleh kawannya itu sangatlah jelas.

Meski amat kecewa, NR tak mau gegabah atau langsung melabrak. Dia hanya mendiamkan RA, sampai satu waktu, NR memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan RA.

RA tak begitu saja mengamini permintaan putus NR. RA lalu mengajak NR bertemu di sebuah kafe. Setelah pertemuan di kafe itu, RA akhirnya mengakui kalau dirinya sudah berkeluarga.

Namun alasan RA kepada NR, keluarganya sedang berambangan atau sedang tidak baik-baik saja. 

Kata RA, istrinya kasar, dia sering disuruh tidur di dapur. Yang lebih mencengangkan, RA bilang ke NR, kalau istrinya tidak bisa merawat diri. 

RA juga menyampaikan, kalau dirinya sedang mencari alasan agar bisa menggugat cerai istrinya.

Di samping itu, RA juga bilang kalau dirinya benar-benar menyayangi dan mencintai NR. Lagi-lagi, dengan tutur kata manisnya itu, RA mampu meluluhkan hati NR. 

"Dalam beberapa momen, saat dia (RA) bertengkar dengan istrinya, dia video call saya, memang benar kalau dia tidur di dapur. Kadang juga terdengar istrinya yang sedang marah-marah," katanya.

Waktu berjalan, RA juga mulai mengenalkan NR kepada anaknya. Sehingga, ujar RA, kalau dia sudah bercerai nanti, dan menikahi NR, si anak bisa segera kenal dan akrab dengan calon ibu sambungnya. 

Jalinan asmara mereka pun terus berlanjut, sampai pada Desember 2022, NR diterima bekerja di sebuah perusahaan, dan mesti menjalani pelatihan selama satu pekan di luar daerah.

Pada momen itu, RA malah ketahuan pergi ke sebuah tempat hiburan malam bersama perempuan lain.

Kejadian itu membuat NR marah. Dia pun kembali ingin memutuskan hubunganya dengan RA. Namun, RA selalu punya cara. Jika NR sedang begitu, ia kerap minta bantuan teman-teman NR, untuk membujuk NR agar mau kembali dengannya.

Singkat cerita, pada Maret 2023, karena hubungannya dengan RA, NR merasa ada yang berbeda dengan kondisi tubuhnya.

"Saya pun pergi USG. Ternyata saya hamil," gumamnya.

"Yang membuat saya kecewa, selain pergi sendirian, tanpa ditemaninya, saya juga harus merogoh kocek sendiri untuk biaya periksa itu," sambungnya.

Ketika meminta pertanggungjawaban, RA justru memaksa NR supaya mengugurkan janin, hasil buah cinta mereka berdua.

"Yang saya kesal, dia juga menyuruh saya untuk hanya minum obat penggugur kandungan. Sedang saya tidak berani, khawatir terjadi apa-apa kepada saya. Saya waktu itu minta bawa ke dokter, tapi dia bilang tidak punya uang," kisahnya.

Belakangan, NR mengurungkan niatnya untuk aborsi. Dia berkeinginan membesarkan buah hatinya. Keinginan itu muncul seiring hilangnya kista yang diidapnya, setelah ia mengandung janin itu.

"Saya kira, anak ini akan membawa kebaikan bagi saya," ungkapnya.

Karena tak kunjung ada itikad untuk bertanggungjawab, NR pun kemudian mengadukan persoalannya ke Bidang Propam Polda Kalimantan Selatan (Kalsel).

Awalnya, pihak keluarga NR dan keluarga RA terlebih dahulu melakukan mediasi. Namun, saat mediasi berlangsung, ada kata-kata keluarga RA yang sungguh menyinggung hati NR.

"Mama dan kakaknya RA sempat mengata-ngatai saya adalah wanita bookingan saat mereka datang ke rumah untuk mediasi di awal Mei lalu," bebernya.

"Mereka juga bilang, tidak akan pernah mengizinkan RA menikahi saya. Kemudian saat saya tanya ke RA, dia mengatakan kalau dia akan mematuhi semua kemauan orang tuanya," kata NR melanjutkan.

Dengan berbagai pertimbangan, NR pun memutuskan untuk membuat laporan secara resmi pada 7 Mei 2023 di Bidang Propam Polda Kalsel dan dilimpahkan ke Seksi Propam Polresta Banjarmasin satu pekan kemudian.

Terancam Dipecat dari Pekerjaan

Penderitaan NR tak berhenti hanya sampai harus hamil tanpa pertanggungjawaban, tapi juga terancam akan dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja.

Di perusahan itu sendiri, NR berstatus sebagai karyawan kontrak dengan perjanjian tidak menikah sebelum satu tahun bekerja.

Namun, karena dia tengah berbadan dua, dia pun terancam diberhentikan, juga karena alasan tidak bisa menjaga citra instansi tempatnya bekerja.

"Masa depan saya sudah hancur, berbadan dua, hilang pekerjaan, belum lagi tekanan psikis karena mulut-mulut orang," lirihnya.

Dengan alasan demikian, NR pun menuntut keadilan hukum terhadap RA. Dia ingin, RA dijatuhi sanksi berat. Bukan demosi, tapi dipecat secara tidak hormat dari profesinya sebagai polisi.

Karena, kata NR, jika RA tidak dipecat, dia khawatir justru RA tidak jera dengan perbuatannya dan bisa saja mengulanginya kepada orang lain di waktu mendatang.

"Ini juga sebagai alarm untuk anggota polisi lainnya agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum," tandasnya.

Proses Hukum Berjalan

Kepala Bidang Propam Polda Kalsel, Kombes Pol Djaka Suprianta mengatakan proses hukum terhadap Briptu RA saat ini sedang berproses.

Akibat perbuatannya itu, sederet sanksi berat pun menantinya, jika memang terbukti melakukan pelanggaran.

"Sanksinya macam-macam. Patsus, kalau memang salah bisa PTDH (Pemberhentian Tidak dengan Hormat). Kode etiknya itu ya," ujar Djaka, Jumat (19/5).

Djaka memastikan pihaknya akan profesional menangani kasus pelanggaran yang dilakukan setiap anggotanya. 

"Intinya sudah kita tangani. Pokoknya setiap ada pelanggaran kita tangani," jelasnya.

Jangan Salahkan Korban

Ketua Narasi Perempuan, Eliyana Puspita Sari meminta masyarakat bisa lebih bijak, untuk tidak melakukan victim  blaming atau menyalahkan korban.

"Jangan memakai narasi pertanyaan, "kok mau diajak ke hotel?" atau "kok bisa gak tau kalau si oknum sudah beristri?" sebab ini akan berdampak negatif kepada korban yang sudah mengalami ujian bertubi," ujarnya.

Menurut Eliyana, masyarakat harus bisa melihat kasus ini dari perspektif korban yang jelas-jelas mengalami manipulasi dari pelaku.

Manipulasi dimaksud, yakni: pengakuan pelaku yang masih bujangan, ajakan jalan-jalan yang berbuntut ke hotel dengan alasan ingin memantau anggota polisi baru, ditambah janji-janji ingin bertanggungjawab dan menikahi korban.

"Dari sini terlihat kalau ada manipulasi dan tipu muslihat dari pelaku ke korban. Ini sudah masuk dalam kategori kekerasan psikis," tegasnya.

Begitu pun ketika korban dan pelaku ada dalam relasi romantis, kata Eliyana, pemerkosaan masih sangat memungkinkan bisa terjadi.

Hanya karena ada dalam satu hubungan asmara, tidak berarti bisa digeneralisir kalau persetubuhan yang terjadi berdasar rasa suka sama suka.

Ia mengambil tamsil dari catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2023 yang menyebut kalau pelaku kekerasan seksual justru banyak dilakukan oleh orang dekat, dalam hal ini pacar atau mantan pacar.

Resiko kekerasan seksual dalam hubungan pun kini sudah diakomodir melalui Undang-Undang Perkosaan Dalam Rumah Tangga (UU-PKDR) dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU-TPKS), terkait pasal eksploitasi seksual, di mana terdapat unsur tipu daya, kebohongan atau penyalahgunaan kepercayaan.

"Menjanjikan pernikahan, padahal tidak kunjung dinikahi kan termasuk juga penipuan ya," cetusnya.

Dengan demikian, Eliyana berharap besar, agar aparat penegak hukum bisa melihat kasus ini dengan perspektif yang adil gender, dan mulai menggunakan UU-TPKS dalam prosesnya.

Senada, aktivis perempuan, Lena Hanifah berujar, untuk m

erespons kasus ini, aparat penegak hukum harus menggunakan paradigma perlindungan terhadap korban.

"Peraturan perundang-undangan yang ada, seperti UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS dapat dijadikan acuan utama dalam keberpihakan terjadap korban," ujar dosen di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat itu.

Lantas, apakah kasus ini bisa masuk dalam kategori pemerkosaan?

Lena menjawab, sangat mungkin jika memenuhi unsur2 perkosaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama yg masih berlaku, yakni adanya ancaman kekerasan, ada pemaksaan untuk melakukan persetubuhan terhadap perempuan yang bukan istrinya/di luar perkawinan.

Pendapat Ahli Hukum Pidana

Ahli hukum pidana dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Daddy Fahmanadie menyampaikan, dalam melakukan penyelidikan atas kasus ini, aparat penegak hukum perlu melakukan pendekatan sosio yuridis.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi bagaimana peristiwa ini kemudian bisa bertautan dengan hukum, kata Daddy, harus benar-benar diperhatikan.

"Sebab dalam kerangka hukum secara substantif, jika dikaitkan dalam penegakkannya, tentu antara korban atau pelaku tetap mempunyai persamaan dan kesetaraan di hadapan hukum," ujarnya.

Namun, tak kalah penting juga, aparat penegak hukum harus bisa juga memastikan suatu perbuatan bisa dikatakan sebagai perkosaan. Serta tetap memperhatikan asas-asas korban dalam kasus kekerasan seksual.

Aparat penegak hukum, saran Daddy, bisa berpedoman pada buku Encyclopedia of Rape terbitan Greenwood Press, definisi pemerkosaan memiliki arti sebagai bentuk hubungan seksual yang melibatkan proses penetrasi  (memasukkan kelamin pria ke dalam kelamin wanita) tanpa adanya kesepakatan diantara keduanya.

Kemudian, Pasal 285 KUHP tentang Perkosaan yang berbunyi, "barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.”

Lebih jauh, aparat penegak hukum juga bisa menilai kasus ini dengan aturan terbaru, yakni UU TPKS dengan definisi perkosaan yang lebih luas: definisi pemerkosaan sebagai tindak pidana kekerasan seksual, pemerkosaan dalam lingkup rumah tangga, dan pemerkosaan pada anak di bawah umur.

Lantas bagaimana dengan fakta yang terjadi pada kasus ini?

"Tidak etik saya menjawab kalau berdasar ranah fakta. Namun jika melihat dari perspektif hukum, memang ketika melihat studi kasusnya, pasal yang bisa diterapkan secara khusus adalah Pasal 6 huruf b UU TPKS tentang Pelecehan Seksual Fisik,"

Disorot Kompolnas

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak supaya aparat penegak hukum memproses kasus ini secara tegas dan transparan.

"Bukan hanya etik semata, saya juga menduga ada indikasi pelanggaran pidana," ujar Komisioner Kompolnas, Poengky indarti dihubungi via Whatsapp, Senin (22/5).

Untuk itu, kata Poengky, pihak kepolisian dari Reserse Kriminal (Reskrim) perlu turun tangan melakukan supervisi dalam kasus ini.

"Cek, apakah ada dugaan perkosaan atau dugaan melakukan bujuk rayu dan mengupayakan seseorang tidak berdaya sehingga ybs dapat melakukan perkosaan," desaknya.

Jika Briptu RA terbukti bersalah, maka perlu dikenai sanksi maksimum berupa pemecatan sebagai seorang polisi.

Editor


Komentar
Banner
Banner