Kabar Pasar

Tingginya Sentimen Regional dan Global, IHSG Berpeluang Terkoreksi

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (9/2) dibuka menguat 5,07 poin atau 0,07 persen ke posisi 6.945,1.

Featured-Image
Karyawan melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di layar monitor di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (1/2). Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (9/2) berpeluang terkoreksi seiring dengan sentimen dari bursa regional dan global.

IHSG dibuka menguat 5,07 poin atau 0,07 persen ke posisi 6.945,1. Sementara itu kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 naik 0,98 poin atau 0,10 persen ke posisi 959,9.

"IHSG pada hari ini berpeluang terkoreksi, dengan pergerakan di kisaran 6.827- 6.966," tulis Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Kamis (9/2).

Data penjualan ritel per Desember 2022 akan mewarnai pergerakan IHSG hari ini. Konsensus memperkirakan data penjualan eceran Indonesia tumbuh 3,0 persen year on year (yoy) dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 1,3 persen yoy.

Baca Juga: Setelah IPO, Hillcon Targetkan Laba Bersih Rp700 Miliar di 2023

Kemarin, rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Januari 2023 yang naik menjadi 123, dari sebelumnya di angka 119,9 pada Desember 2022, menjadi sentimen positif untuk pasar modal Indonesia.

Ketiga indeks utama bursa Amerika Serikat (AS) kembali masuk ke zona merah pada perdagangan tadi malam, dengan saham yang berfokus pada teknologi memimpin pelemahan.

Dow Jones Industrial Average ditutup turun 0,61 persen menjadi 33.949,01, S&P 500 terkoreksi 1,11 persen menjadi 4.117,86, dan Nasdaq Composite Index turun 1,68 persen menjadi 11.910,52.

Baca Juga: Resmi Melantai di Bursa, Saham FWCT Dibuka Naik 34,75 Persen

Investor khawatir mengenai seberapa agresif tindakan The Fed tahun ini, menyusul laporan ketenagakerjaan AS yang sangat kuat.

Ditambah, Presiden Federal Reserve New York John Williams dan Gubernur Fed Lisa Cook menyampaikan kebijakan moneter yang ketat masih diperlukan untuk mengatasi inflasi.

Editor


Komentar
Banner
Banner