Tetap Beribadah Selama Perjalanan Mudik

Allah SWT memberikan kemudahan dan keringanan bagi orang yang tengah melakukan perjalanan jauh dalam menjalani ibadah.

Featured-Image
SALAT duduk di dalam kereta api.(Foto: laduni.id)

bakabar.com, BANJARMASIN - Mudik menjelang hari Raya Idulfitri telah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Jutaan umat Islam rela menempuh perjalanan jauh, demi kembali ke kampung halaman untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga besar.

Beragam moda transportasi digunakan untuk pulang ke tanah kelahiran. Ada yang menggunakan pesawat terbang, kapal laut, kereta api, bus, mobil pribadi, dan juga sepeda motor. Mudik identik dengan kemacetan, terutama bagi pemudik yang menggunakan bus, mobil dan sepeda motor.

Di tengah perjalanan mudik, yang terkadang terjebak macet selama berjam-jam, umat Islam tetap memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah. Meski begitu, agama Islam memberi keringanan bagi mereka yang menjadi musafir terkait kewajiban ibadah, termasuk salat lima waktu dan puasa Ramadan.

Melansir detikhikmah yang mengutip Buku Pintar Beribadah Perjalanan oleh Mahima Diahloka, ulama berpendapat terdapat 3 ketentuan menjadi musafir, yaitu:

1)   Keluar dari tempat tinggalnya.

2)   Perjalanan yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan pasti.

3)   Memenuhi jarak minimal yang harus ditempuh (dari tempat tinggal ke tempat tujuan).

Perihal minimal jarak, sebagian ulama berpendapat bahwa minimal jarak yang harus ditempuh musafir ialah empat burud atau sama dengan 88,704 kilometer.

Perjalanan mudik yang panjang seringkali mengakibatkan seseorang mengalami kelelahan fisik dan mental, sehingga menjalankan puasa sepanjang perjalanan dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan dirinya.

Dalam agama Islam, Allah SWT memberikan kemudahan dan keringanan bagi orang yang tengah melakukan perjalanan jauh atau musafir dalam menjalani ibadah puasa. Seseorang yang berpuasa lalu melakukan perjalanan jauh boleh memilih antara tetap melanjutkan puasanya atau membatalkannya. 

Rasullah s.a.w menjelaskan tentang puasa dalam perjalanan, seperti hadits yang diceritakan Aisyah r.a.

“Dari Aisyah r.a, ia berkata bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w mengenai puasa dalam perjalanan. Lantas beliau pun menjawab, ‘Jika kamu menghendaki maka berpuasalah, dan jika kamu menghendaki maka batalkanlah’”. (H.R. Muslim).

Untuk itu, hukum Islam memberikan keringanan untuk membatalkan puasa bagi musafir jika bisa merugikan dan berakibat fatal terhadap dirinya.

Tetapi, bagi mereka yang tidak menemui kesulitan untuk berpuasa meski sedang dalam perjalanan jauh, maka wajib hukumnya untuk tetap melaksanakan puasa. 

Jika kamu memilih untuk tidak berpuasa selama berpergian jauh, maka kamu wajib segera menggantinya dengan puasa pada hari lain setelah lewat bulan Ramadan. Hal ini disebut sebagai mengqada puasa, yaitu mengganti puasa yang ditinggalkan dengan alasan yang sah. 

Meskipun diberikan keringanan dalam puasa, musafir tetap diwajibkan untuk menunaikan salat lima waktu. Di sini, lagi-lagi Islam memberikan kemudahan bagi para musafir agar bisa melakukan salat jamak dan/atau salat qasar.

Salat jamak adalah mengumpulkan dua salat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan salat Asar dan salat Magrib dengan salat Isya. Sedangkan, salat qasar yaitu meringkas atau memendekkan jumlah rakaat salat yang biasanya empat rakaat menjadi dua rakaat.

Lantas, bagaimana jika tetap ingin melaksanakan salat saat mudik, sementara mereka mudik menggunakan kendaraan umum yang tidak bisa bebas berhenti saat waktu salat tiba? Bahkan, bisa terlewati dua waktu salat sehingga tidak bisa melakukan jamak taqdim dan jamak takhir.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H Ahmad Fahrur Rozi yang akrab disapa Gus Fahrur menyampaikan petunjuk untuk memudahkan salat bagi mereka yang mudik.

"Bagi musafir yang dalam perjalanan boleh salat dilakukan di atas kendaraan yang sedang berjalan," katanya yang dikutip republika.co.id, Kamis (4/4/2024).

Gus Fahrur mengatakan jika pemudik kesulitan mendapatkan air di dalam kendaraan diperbolehkan salat dengan tayamum, yakni bersuci atau wudhu tanpa menggunakan air.

Begini cara bertayamum di kendaraan umum bus, kereta api atau pesawat udara.

1. Carilah tempat yang banyak debunya, misalnya kaca jendela, dinding, atau sandaran kursi depan kendaraan atau pesawat.

2. Berniat dan ucapkan basmalah.

3.Tempelkan kedua telapak tangan ke tempat yang ada debunya tadi, lalu sapukan secara merata ke wajah, dari ujung rambut (dahi) sampai ke dagu.

4. Tempelkan lagi kedua telapak tangan ke tempat yang ada debunya yang belum tersentuh, Lalu sapukan ke tangan kanan hingga pergelangannya dengan tangan kiri, dan sapukan ke tangan kiri hingga pergelangannya dengan tangan kanan.

5. Kemudian berdoa sebagaimana dia wudhu:

Asyhadu allaa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariika lahu. Wa asyhadu anna Muhammadan 'Abduhuu warasuuluhuu. Alloohummaj'alnii minat tawwaabiina waj'alnii minal mutathohhiriina.

Artinya: Aku mengaku bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci (sholeh).

Kalau sudah bertayamum, maka salatlah sambil duduk di kursi kendaraan atau pesawat. Mudah kan?

Ya, memang Islam agama yang mudah dan tidak memberatkan bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin beribadah.(*)

Editor
Komentar
Banner
Banner