Peristiwa & Hukum

Terdakwa Bendungan Pipitak Bongkar Aliran Dana Rp2 Miliar ke Oknum Jaksa dan Pegawai BPN

Terdakwa kasus korupsi pengadaan tanah Bendungan Pipitak, Tapin, membongkar aliran dana sekitar Rp2 miliar ke oknum jaksa dan pegawai BPN Banjarbaru.

Featured-Image
Diduga, para oknum ini turut mengatur administrasi lahan-lahan yang tak lengkap. Keduanya disebut turut mengurus hingga pengaturan harga ganti untung. Foto-dok apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN - Akhmad Rizaldi, terdakwa kasus korupsi pengadaan tanah Bendungan Pipitak, Tapin, membongkar aliran dana sekitar Rp2 miliar ke oknum jaksa Kejati Kalsel berinisial FH dan pegawai BPN Banjarbaru.

"Nominal duit dari saya sendiri hampir Rp2 miliar. Itu baru dari saya untuk mereka berdua (FH dan oknum pegawai BPN Banjarbaru)," ujarnya usai persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (21/8).

Diduga, para oknum ini turut mengatur administrasi lahan-lahan yang tak lengkap. Keduanya disebut turut mengurus hingga pengaturan harga ganti untung.

Mereka bahkan cukup berperan aktif dalam kasus ini. Diduga mereka terlibat menjadi mafia tanah di proyek pengadaan lahan bendungan yang diresmikan Presiden Joko Widodo itu.

Rizaldi pun merasa bahwa dirinya telah menjadi tumbal dalam perkara rasuah ini. Namun sayang oknum-oknum itu tak pernah tersentuh hukum.

"Kami merasa ditumbalkan. Sementara saya ini cuma guru SD di desa terpencil. Dimana saya korupsinya, dimana pencucian uangnya," kilah Rizaldi.

"Disini mafia tanah benar-benar dilindungi. Sudah enam kali dipanggil, tetap tidak dihadirkan jadi saksi. Jangankan jadi tersangka, jadi saksi saja tidak," lanjutnya.

Rizaldi pun mengaku bingung kemana harus meminta pertolongan. Pasalnya dia tak mampu berbuat banyak untuk mencari keadilan. Oknum-oknum itu baginya terlalu kuat.

"Kalau bisa KPK, Ombudsman, atau Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, atau Presiden sekalipun. Tolong saya," pintanya.

Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Kalsel, Yuni Priono saat dikonfirmasi media ini menyebut oknum jaksa yang dimaksud sudah pensiun. "Status sudah bukan pegawai. Sudah pensiun," tegasnya, Rabu (23/8) malam.

Diketahui, dalam kasus ini selain Rizaldi, dua terdakwa lain adalah Herman dan Sugiannor (Kepala Desa Pipitak Jaya). Ketiganya ditetapkan Kejati Kalsel sebagai tersangka sejak tahun 2022 lalu, tepatnya 31 Agustus.

Mereka disangkakan dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 12 huruf e undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Kemudian Pasal 11 Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara, khusus untuk terdakwa Herman didakwa Pasal 3 Jo Pasal 5 Undang-undang TPPU.

Bergulirnya kasus ini, setelah sejumlah indikasi dugaan korupsi berupa penyelewengan dana pengadaan lahan yang ditemukan oleh Tim Pemberantasan Mafia Tanah, Kejati Kalsel.  Di mana mereka menemukan dugaan korupsi dalam pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN) di Desa Pipitak Jaya, Tapin.

Kajati Kalsel menaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan pada Mei 2022 lalu. Dinyatakan dalam Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan Nomor: Print -02/0.3/Fd.2/05/2022. 

Bendungan yang menghabiskan anggaran mencapai Rp1 triliun ini merupakan proyek tahun jamak antara 2015 sampai 2020. Dalam kasus ini, ada 20 orang yang sempat dijadikan saksi dan diperiksa. Dari pemilik tanah, kepala desa, hingga mantan kepala BPN Tapin. 

Editor
Komentar
Banner
Banner