bakabar.com, JAKARTA - Ekonom INDEF Ahmad Heri Firdaus menyoroti masalah polusi udara di Indoensia. Kata dia, butuh transisi energi.
"Melakukan transisi energi ini secara menyeluruh, seperti pembangkit listrik EBT (Energi Baru Terbarukan/ramah lingkungan)," jelas Heri dalam diskusi Continuum Indef yang digelar virtual Selasa, (22/8).
Katanya, transisi energi mesti berjalan sebagaimana rencana pemerintah Indonesia yang menggaungkan net zero emission pada tahun 2060.
Baca Juga: Hati-hati Polusi Buruk, Penyebab Utama Sindrom Mata Kering
Untuk itu, lanjutnya, diperlukan upaya secara bertahap dari berbagai pihak untuk beralih produk yang ramah lingkungan. Misal masyarakat beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke tenaga listrik.
"Mulai dari hulunya dulu kemudian penciptaan ekosistemnya," ujarnya.
Selain itu, ia mendorong agar para pengusaha yang bergerak di bidang manufaktur untuk menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan.
Tak hanya itu, ia turut menyinggung pembakaran limbah yang kerap dilakukan oleh pihak pabrik. Hal tersebut merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya polusi udara.
Dengan demikian, masalah polusi udara secara bertahap akan teratasi. Meski memerlukan waktu yang tidak singkat.
"Harus juga ada punishment (hukuman) bagi mereka (pengusaha pabrik) yang tidak melakukan menejemen polusi secara baik," paparnya.
Baca Juga: Tekan Polusi Udara, Pemprov Banten Minta Hujan Buatan
Sekedar informasi, Ibu Kota Jakarta menduduki peringkat ketiga sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia berdasarkan data IQAir.
Kualitas udara mencapai 163 dan polutan utama yang dominan adalah PM 2.5. Hal ini berarti kualitas udara di Jakarta masih disebut tidak baik untuk kesehatan.
Konsentrasi PM 2.5 di Jakarta mencapai 15,6 kali lipat dari panduan kualitas udara tahunan yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).