Jelang Pilpres 2024

Tarung HMI, GMNI dan PMII di Pilpres 2024

Siapa yang akan jadi pemenang dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024? Apakah GMNI PMII, ataukah Himpunan Mahasiswa Islam?

Featured-Image
Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Muhaimin Iskandar.

Di kalangan aktivis PMII, Cak Imin dikenal sebagai sosok yang anti-mainstream. Paradigma Kritis Tranformatif yang digagas Cak imin di PMII menjadi karakter dan warna pergerakan. Pendekatan kritis itu amat berguna saat hendak melihat, menganalisis, dan menyikapi sebuah persoalan.

Seorang kader PMII dituntut untuk kritis dalam memandang realitas, hingga pada ranah aksi, serta menentukan solusi terbaik. Tak mengejutkan saat sejumlah tokoh, termasuk Eros Jarot, menyebut Cak Imin sebagai "anak nakal” karena sikap kritisnya terhadap berbagai hal.

Dia memiliki banyak inisiatif. Di antaranya adalah menjadikan May Day sebagai hari libur nasional, semasa menjadi Menteri Tenaga Kerja. Dia pula yang menjadi inisiator atas Hari Santri Nasional, Nusantara Mengaji, Liga Santri Nusantara (LSN), Liga Desa Nusantara (LDN, Liga Pekerja Indonesia (LPI), Pasar Murah, dan Satgas TKI.

Tiga Pelajaran Penting

Dari tiga sosok yang belatar dari tiga organisasi ekstra kampus itu, kita bisa memetik banyak pelajaran penting. Di antaranya adalah:

Pertama, mata air kepemimpinan nasional masih bersumber dari rahim lembaga ekstra kampus yang konsisten menggelar pengkaderan hingga memiliki jejaring alumni yang luas.

Di era sekarang, kepemimpinan selalu ditentukan seberapa jauh networking atau jaringan yang dibangun seseorang. Lembaga ekstra kampus menjadi buhul yang mengikat para aktivis di berbagai kota, serta membentuk kesadaran untuk berkiprah di level nasional, berkontestasi dengan kader dari berbagai lembaga lain, lalu berjuang bersama untuk merebut posisi strategis.

Kedua, aktivis organisasi memiliki daya lentur yang hebat saat berhadapan dengan kekuasaan. Mereka juga terbiasa berkolaborasi dengan berbagai kalangan masyarakat sipil, sehingga kelak akan lebih luwes dalam perjalanan menuju tangga kekuasaan.

Di zaman ketika organisasi intra kampus hanya membuat mahasiswa jago kandang, organisasi luar kampus mejadi wadah yang mempersatukan banyak pihak, memberi sentuhan ideologi dan pergerakan, hingga memberikan sentuhan intelektualitas.

Di titik ini, seorang aktivis lebih memiliki daya dorong dalam membumikan gagasan-gagasannya.

Ketiga, idealisme di organisasi sedikit banyaknya akan memengaruhi pandangan dan visi seseorang saat memimpin.

Pengalaman beorganisasi akan menjadi jendela untuk memahami satu sosok lebih mendalam. Sebab organisasi akan menempa pemikiran, membukakan jaringan, serta menjadi lingkar inti pertemanan yang kelak membawa seseorang menjadi tokoh politik.

Lantas, dari ketiga tokoh itu, siapa yang akan sukses menjadi presiden? Masih terlalu dini untuk menjawabnya. Semuanya terletak pada kemampuan berjejaring, penguasaan medan pertarungan, hingga strategi merebut kemenangan.

Kita akan menjadi saksi sejarah dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Editor


1 Komentar
Banner
Banner