bakabar.com, BANJARMASIN – Adu gagasan serta program dalam debat capres kedua 2019 dianggap belum menyentuh akar permasalahan, khususnya persoalan lingkungan hidup.
Tema yang diangkat dalam debat semalam adalah infrastruktur, pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Selatan (Walhi Kalsel) mengaku kecewa. Sebab, pembahasan debat semalam dinilai hanya sebatas di permukaan. Belum menyentuh dasar dari permasalahan lingkungan hidup di Indonesia, khususnya di Banua.
Baca Juga:Tiga Isu Lingkungan Kalsel, Walhi: Wajib Jadi Prioritas Capres
“Kedua Capres hanya membahas isu pinggiran terkait apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan ke depannya terkait lingkungan hidup,” ucap Direktur Ekskutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyo kepada bakabar.com, Senin (18/2) siang.
Menurutnya, debat malam itu tak mengarah kepada substansi pembahasan secara komprehensif. Seharusnya, kandidat mempunyai strategi khusus dalam menyelesaikan carut marut problematika lingkungan hidup di Indonesia. Lebih-lebih terkait pertambangan, misalnya kegiatan reklamasi dan pasca tambang.
Pembahasan terkait perjuangan dalam mewujudkan keadilan lingkungan, menurut Kisworo, tak hanya sampai di situ. Mestinya kandidat juga memiliki gagasan mengenai pajak di sektor bisnis yang bersentuhan dengan lingkungan hidup, keselamatan rakyat dan penegakan hukum kejahatan lingkungan.
“Tadi malam tak dibahas dalam debat. Pembahasan tak secara detail terkait perihal yang dilakukan kandidat apabila terpilih,” tegasnya.
Malah kedua pasangan calon, kata Kis, terjebak dalam pemanfaatan kelapa sawit. Harusnya kandidat memikirkan energi alternatif yang terbarukan sebagai pengganti fosil atau batubara yang dinilai akan habis.
Padahal kelapa sawit merupakan pertanian monokultur yang sama-sama merusak ekologi. Mengakibatkan terjadinya perampasan tanah rakyat dan pencemaran lingkungan.
WALHI Kalsel kecewa, siapa pun di antara kedua calon yang terpilih, menurut Kis, keduanya diduga sama-sama terjerat dalam sistem oligarki. Artinya kedua kandidat dikuasi oleh pemodal dan elit politik.
Mengenai klaim Capres 01 yang telah berhasil menyelamatkan Rp18,3 Triliun kerugian negara atas kerusakan lingkungan, Kisworo menilai perihal tersebut banyak di atas kertas dan berupa angka semata.
Semua, kata dia, tak sebanding dengan kerusakan lingkungan, khususnya deforestasi, kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), dan pembalakan liar. Itu semua telah menyebabkan hilangnya hak-hak hidup rakyat.
“Apakah Rp18,3 triliun itu sudah dieksekusi pengadilan atau belum. Apakah masuk ke kas negara atau belum,” tanyanya. Rp 18,3 triliun yang dimaksud adalah dari denda 11 perusahaan terkait karhutla serta pembalakan liar yang telah dikabulkan Mahkamah Agung.
Menurut Kis, hukum di Indonesia masih belum mampu untuk menjerat penjahat lingkungan. Oleh sebab itu, pihaknya mendorong adanya pengadilan lingkungan di Indonesia.
Sejauh ini, ujar Kis, 50 persen wilayah Kalsel dikuasai oleh pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. Bahkan masih banyak konflik agraria terjadi, misalnya daerah Tanah Bumbu dan Tabalong.
“Polemik itu belum selesai, rakyat selalu saja kalah. Harusnya negara bisa menjawab perihal tersebut,” tutupnya.
Senada, Greenpeace Indonesia menilai kasus pencemaran lingkungan alam yang diakibatkan tambang batu bara masih belum dibahas dengan lengkap.
Kedua capres masih mempunyai PR besar untuk mengupas tuntas tindakan hukum mengenai pelanggaran tambang.
Soal karhutla, dan pembalakan liar, menguatkan pernyataan Walhi, Greenpeace, dalam pernyataan resminya pada 15 Februari 2019 menyebut belum ada satupun perusahaan yang terjerat kasus itu membayarkan sanksi denda tersebut.
Sementara itu, dalam debat, Jokowi mengaku sejak 2015 pemerintah telah bekerja sama dengan KPK lewat gerakan penyelamatan sumber daya alam. Bentuknya, selain penegakan hukum, penghutanan kembali lahan tambang, seperti lahan Bukit Asam.
“Tambang itu sudah dihutankan kembali,” ujar eks gubernur DKI Jakarta itu, dalam debat.
Yang dimaksud adalah Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia (GNP-SDA).
Dilansir CNN, penandatanganan nota kesepakatan bersama (NKB) GNP SDA itu dilakukan pada 19 Maret 2015 di istana negara.
KPK menjalin kerjasama dengan lintas kementerian/lembaga negara maupun pemerintah daerah untuk menjamin kekayaan alam Indonesia tetap dinikmati masyarakat secara berkeadilan.
Penandatanganan itu melibatkan 27 Kementerian dan Lembaga di sektor Kehutanan, Perkebunan, Pertambangan, Kelautan dan Perikanan dan 34 Pemerintah Provinsi.
Implementasi agenda GNP-SDA itu telah berjalan selama tiga tahun. KPK menyebut ada beberapa kemajuan yang telah dicapai antara lain berupa pembenahan kebijakan, sistem serta cara kerja koordinatif lintas sektor dalam upaya pembenahan tata kelola di sektor sumber daya alam.
Namun, faktanya, tak sedikit menemukan hambatan dan tantangan yang dihadapi untuk mencapai tujuan dari GNP-SDA.
Pada tahun 2017, Indonesian Corruption Watch (ICW) merilis hasil pemantauan pelaksanaan GNPSDA di enam provinsi di Indonesia, yakni Aceh, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Hasil pemantauan itu menunjukkan masing-masing provinsi baru melaksanakan sekitar lima puluh persen dari rencana aksi GNPSDA yang ada. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan GNPSDA di daerah belum berjalan efektif.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) juga mencatat setidaknya sejak Januari 2011 hingga Juni 2017 terdapat 27 anak-anak usia 6 – 22 tahun yang menjadi korban galian tambang di Kalimantan Timur.
Pada sisi lain tak banyak bisa dikatakan oleh capres 02, Prabowo Subianto terkait persoalan lingkungan hidup. Prabowo hanya menyatakan akan menegakkan hukum atas pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan besar. Selain itu ia juga akan menindak perusahaan yang melanggar kebijakan pengelolaan limbah.
“Jadi saya prihatin dan kalau saya akan benar-benar fokus mencari cara mengatasi itu,” jelasnya.
Dari pandangannya, banyak perusahaan-perusahaan besar multinasional merasa sangat kuat di atas hukum dan tidak takut pada pemerintahan Indonesia.
“Dia (perusahaan) bisa berbuat seenaknya. Ini kita alami di beberapa tempat, jadi ini siapa pun nanti kita harus lebih enak lagi untuk mengejar pelanggaran-pelanggaran pencemaran lingkungan hidup dan yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan harus melaksanakan kembali reklamasi di beberapa tambang,” Prabowo menjawab pertanyaan terkait penegakkan hukum atas pencemaran lingkungan oleh perusahaan besar.
Baca Juga:WALHI Kalsel Sesalkan Pencoretan Pohon Ulin sebagai Flora Dilindungi
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah