bakabar.com, RANTAU – Merasa dirugikan ratusan buruh sawit PT Kharisma Alam Persada (KAP) melaporkan dugaan pelanggaran ke Dinas Ketenagakerjaan Tapin.
Diketahui, laporan beserta bukti yang ditandatangani sebanyak 242 buruh terdiri dari pemanen, mandor, mekanik, operator serta karyawan lainnya, sudah diterima Disnaker Tapin.
Sebelumnya, 9 Februari lalu sudah ada pertemuan dengan pihak perusahaan, namun tidak ada kesepakatan. Hal itu lah yang mendorong para buruh melapor ke Disnaker Tapin.
Ratusan buruh ini mengadu bahwa sejak dua tahun terakhir, menurut mereka sistem kerja yang diterapkan perusahaan memburuk. Pembayaran upah kerja yang diberikan kepada karyawan menggunakan sistem proporsi dengan target tertentu.
Sementara karyawan sudah bekerja sesuai dengan jam kerja yang berlaku (tujuh jam). “Apabila tidak mencapai target upah harian karyawan sesuai UMP dipotong,” ungkap para buruh dalam keterangan tertulis.
Tidak hanya itu, salah satu mandor mengatakan bahwa mereka juga tidak ada hari libur. Baik itu hari Minggu atau di hari besar keagamaan dan hari Kemerdekaan RI.
“Kita diancam SP dan disuruh berhenti oleh petinggi perusahaan, apabila tidak mau turun bekerja,” ujar seorang mandor yang enggan disebutkan namanya, Rabu (2/3).
Ia juga pernah menanyakan kepastian upah untuk lembur di hari libur, namun atasannya menyuruh agar bekerja ikhlas.
“Jangan mengharapkan upah, yang penting kalian masuk,” ucapnya menirukan atasannya.
“Untuk klaim lembur sulit didapat, prosesnya harus meminta beberapa tanda tangan pejabat perusahaan. Apabila tidak dapat, hasil lembur tidak bisa didapatkan,” lanjutnya.
Para buruh yang melapor juga mengatakan terkait pemotongan gajih pun dilakukan secara sepihak oleh perusahaan (PT KAP). Jumlahnya tidak sesuai UMP walaupun bekerja dengan maksimal.
“Bekerja dari pagi hingga subuh juga sering dialami para buruh di lapangan. Dengan jam kerja segitu berat tetap dihitung satu HK [hari kerja],” keluh Mandor.
Para buruh mengatakan sejak awal 2020 hingga sekarang tidak pernah ada sosialisasi tentang ketetapan peraturan perusahaan (PP).
Sementara, Staf Bidang Hubungan Industri Disnaker Tapin, Parianto mengatakan bahwa sejak berakhir 2019 hingga kini PT KAP belum menyerahkan peraturan perusahaan.
“Sudah lama tidak diperpanjang, 2019 terakhir. Sudah menyalahi dari sisi pengawasan,” jelasnya.
Ia mengatakan seharusnya PP diserahkan dan diperiksa oleh Disnaker Tapin agar dapat dinilai kelayakannya apabila diterapkan di perusahaan. Ketentuan itu tertuang dalam UU nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.
“Apabila tidak ada PP, ada sanksi sanksi untuk perusahaan. Itu tertuang di Pasal 108 ayat 1 mengatur terkait PP,” jelas Parianto.
Adapun terkait sistem kerja yang dilaporkan oleh para buruh, Parianto memastikan apabila itu benar, pihak perusahaan bisa dikatakan melanggar peraturan.
“Hemat saya, untuk waktu kerja, perusahaan sudah harus menentukan, ada yang 7 jam satu hari untuk 6 hari kerja. Sedangkan, 8 jam untuk 5 hari kerja. Apabila waktu kerja sudah terpenuhi maka tidak boleh ada pemotongan gaji,” jelasnya.
Ia mengatakan kalau melebihi jam kerja tersebut, maka lembur harus dibayar sesuai dengan peraturan UU yang berlaku.
Disnaker Tapin menyuruh para buruh untuk melakukan bipartit dengan pihak perusahaan. “Apabila tidak selesai, Disnaker siap untuk turun tangan, sesuai aturan tripartit,” tutupnya.