Tak Berkategori

Tahun Baru, Kebijakan Terkait Umat Islam Perlu Diperhatikan

apahabar.com, JAKARTA – Sekarang sudah 2020. Tahun baru hendaknya kebijakan-kebijakan yang hendak diterapkan sejatinya harus menimbang…

Featured-Image
Ilustrasi umat Islam. Foto-Liputan6.com

bakabar.com, JAKARTA - Sekarang sudah 2020. Tahun baru hendaknya kebijakan-kebijakan yang hendak diterapkan sejatinya harus menimbang aspek kemaslahatan, utamanya kebijakan yang menyangkut umat Islam.

Kebijakan yang perlu diperhatikan itu bukan tanpa alasan. Misalnya, dalam kurun waktu singkat saja sejak kabinet baru dilantik, terdapat regulasi-regulasi terkait kepentingan umat yang menuai pro-kontra.

Baik itu kebijakan mengenai radikalisme yang dikaitkan dengan terorisme, Peraturan Menteri Agama (PMA) soal Majelis Taklim, hingga perubahan kurikulum pendidikanIslam yang merevisi materi perang dan jihad.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, KH Salahuddin Wahid, menekankan bahwa istilah radikalisme sejatinya harus ditinjau ulang maknanya. Sebab, radikalisme sejatinya bukan melulu identik dengan terorisme.

Menurut beliau, istilah radikalisme memiliki makna yang berbeda-beda dengan konteks yang berbeda pula. Radikal, kata dia, bukan berarti seseorang lantas menjadi pelaku teror atau teroris. Menurutnya, istilah radikalisme yang diarahkan pada terorisme justru mempersempit pemaknaan makna yang sesungguhnya.

"Tentu saja kata radikal itu ndak tepat jika disandingkan dengan terorisme. Tidak benar," kata KH Salahuddin saat dihubungi Republika, baru-baru ini.

Pihaknya pun tidak sepakat dengan beberapa dugaan pemerintah yang merujuk bahwa beberapa sektor pendidikan kerap terpapar radikalisme. Beliau menyayangkan, makna radikalisme saja belum tentu dapat disamakan dari setiap kepala manusia di Indonesia.

Untuk itu, kata beliau, istilah radikalisme yang acap kali justru disematkan kepada lembaga-lembaga Islam justru dikhawatirkan menjadi kegaduhan bangsa. Dalam menyambut lembaran baru di 2020, pemerintah harus menyusun solusi konkret dalam membendung terorisme.

Misalnya, kata beliau, adalah dengan pendekatan wasathiyah (moderasi) sebagaimana yang telah disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir. Menurut beliau, sikap moderasi merupakan ajaran agama Islam yang berbasis rahmatan lil-alamin. Untuk itu tindakan deradikalisme untuk membendung terorisme menjadi hal yang diragukan efektivitasnya.

Dia menyebut, istilah radikalisme cenderung subjektif dan dikhawatirkan penggunaannya semakin liar. Menyasar kelompok-kelompok tertentu yang dapat berujung pada stigmatisasi. Tahun baru 2020 diharapkan dapat menjadi refleksi bagi bangsa dan pemerintah secara bersama-sama untuk mencari solusi yang mengakomodir semua kalangan.

Baca Juga:Pakar Pendidikan: Generasi Islam, Generasi Unggul

Baca Juga:Islam Tidak Miliki Kontradiksi dengan Sains

Baca Juga:Sempat Ingkari Kerasulan Nabi Muhammad SAW, Filsuf Ini Mendadak Masuk Islam

Sumber: Republika
Editor: Syarif



Komentar
Banner
Banner