bakabar.com, JAKARTA - Aktivis perempuan asal Pamekasan, Jawa Timur Hana Hanisah mengaku masih menemukan stereotip gender yang kurang tepat dan sering dilekatkan pada perempuan.
Tidak sedikit masyarakat yang kerap memposisikan status dan peranan berdasarkan gender. Akibatnya kedudukan perempuan dibatasi dari berbagai kemungkinan untuk maju dan berkembang.
"Saya amati tidak sedikit perempuan yang masih menghadapi sejumlah hambatan untuk maju dan berkembang karena stereotip, baik dari kesetaraan, pendidikan dan lainnya," ujar Hana Hanisah kepada bakabar.com usai mengisi acara diskusi di Cafe Manifesco, Jl. Jalmak, Madura pada Sabtu (8/4).
Anisa sapaannya mengungkapkan, praktik budaya patriarki yang melekat di kalangan masyarakat itu berpotensi membelenggu kebebasan dan gerak langkah perempuan, termasuk untuk menjalankan hak-hak yang dimiliki.
Baca Juga: Mulai Hari Ini, Gerbong Khusus Perempuan Ada di MRT
Banyak perempuan yang terpaksa kehilangan hak untuk mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Padahal pendidikan merupakan hak azasi bagi semua orang, terlepas dari jenis kelamin, orientasi dan identitas budaya.
Bagi Anisa, perempuan yang juga dikenal sebagai penggerak Koloman Budaya Sivitas Kotheka itu, menilai peristiwa tersebut sangat disayangkan, karena hal itu masih saja terjadi di tatanan masyarakat.
Hambatan pemberdayaan perempuan semestinya didekati dengan kebijakan yang mampu membangun semangat yang inklusif gender. Semangat yang menekankan pada kesetaraan.
"Sebagai pedoman untuk berinovasi tentu pendidikan harus memiliki kualitas sama rata untuk semua orang, tidak ada ketimpangan antara laki-laki dan perempuan," katanya.
Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, DPR RI: Keterwakilan Perempuan Baru 20 Persen
Anisa menjelaskan, perempuan mempunyai kontribusi nyata dalam pembangunan global. Memberikan kesempatan pendidikan terhadap perempuan akan berdampak kepada diri sendiri, masyarakat, dan dunia.
"Perempuan yang memiliki pendidikan cenderung memiliki prinsip dalam membangun masa depan mereka. Misalnya karir, tidak menikah di usia dini, maupun lingkup persoalan global," terangnya
Diketahui, aktivis perempuan yang juga aktif di komunitas 'Compok Literasi' itu memang getol mengangkat tentang persoalan perempuan dalam tatanan sosial, yakni melalui kegiatan kepemudaan, pertujukan seni, lokakarya, talk show, diskusi publik, dan kuliah umum.
"Harapan kami melalui aktivitas positif yang kami gelar ini mendorong kaum perempuan agar terus berperan aktif. Sehingga mindset mereka terbangun dan bisa mematahkan stereotip yang berdampak bagi terbatasnya gerak perempuan," pungkasnya.