Pemkab Hulu Sungai Tengah

Sopir Truk Tolak Bayar Pajak Galian C, Pemkab HST Upayakan Solusi

apahabar.com, BARABAI – Aspirasi para sopir truk terkait biaya pemungutan pajak bahan galian C masih dikaji…

Featured-Image
Protes tarif pajak bahan galian C, puluhan truk angkutan diparkir dekat pos pungutan pajak bahan di HST, Senin (31/1) lalu./Foto: istimewa.

bakabar.com, BARABAI - Aspirasi para sopir truk terkait biaya pemungutan pajak bahan galian C masih dikaji Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Pemkab HST).

Sebelumnya, para sopir mengelar aksi di tiga pos pemungutan pajak bahan galian C. Masing-masing di Kecamatan Batu Benawa dan Batang Alai Selatan (BAS) HST, Senin (31/1) lalu.

Aksi itu sebagai bentuk protes dan penolakan atas biaya pajak. Mereka menuntut agar biaya pajak disamaratakan Rp10 ribu.

Selama tuntutan mereka belum direalisasikan pemerintah, para sopir mengambil sikap dengan menolak membayar pungutan pajak seperti yang tertera di Perda HST No 11 Tahun 2011 yang kembali diaktifkan itu.

Terhitung sudah dua hari para sopir tidak dipungut biaya. HST berpotensi kehilangan pendapatan.

“Pemerintah kehilangan uang hampir Rp 7-10 juta perharinya,” kata Pj Sekda HST, Yani, Rabu (2/2).

Soal tuntutan ini, kata Yani hingga saat ini masih dibahas di level pimpinan. Pembahasannya melibatkan unsur Forkopimda.

"Kita sama-sama maklum. Pemerintah juga sedang sulit anggaran. Di samping itu kebutuhan semakin banyak dan bantuan dari pemerintah pusat juga berkurang," kata Yani.

Uji coba perda dalam dua minggu terakhir mendapat respons banyak kalangan. Hal ini akan didiskusikan kembali dengan para pihak seperti sopir, dan penambang galian C.

"Pemerintah tidak ingin ada perdebatan. Sebenarnya pajak ini kewajiban dari pengguna bahan galian C," kata Yani.

Yani bilang, sebenarnya pajak dibebankan kepada masyrakat yang membeli bahan material galian C. Para sopir hanya sebagai perantara saja.

"Yang membeli dan memakai, otomatis bahan material jadi naik," kata dia.

Soal kapan memberikan keputusan terkait tuntutan para sopir pengangkut galian C, Yani tak memberikan kepastian waktunya.

"Dalam waktu dekat akan ada solusinya," pungkas Yani.

Soal tuntutan penurunan harga yang harus dibayar itu, perwakilan sopir truk, Anhar memgaku sampai ini belum ada pemanggilan dari pihak terkait untuk melakukan diskusi.

"Jadi kami tetap tidak mau bayar pajak itu," kata Anhar perwakilan para sopir dihubungi via telepon, Rabu (2/2).

Anhar juga menanyakan kenapa Perda pajak No 11 Tahun 2011 itu baru diberlakukan sekarang setelah 10 tahun. Dan sosialisasinya terbilang sangat singkat. Para sopir truk merasa tidak dilibatkan dalam hitung-hitungan biaya tersebut.

"Kami mendukung saja dengan pajak ini. Tapi biayanya jangan beda-beda dan sosialisasinya juga harus berjenjang. Sedangkan ini baru tanggal 24 Desember 2021 lalu sosialisasinya, singkat sekali," gerutunya.

Terhitung sudah dua hari para sopir tidak dipungut pajak. Aksi ini akan terus berlanjut sampai tuntutan mereka disetujui.

"Tetap ingin biaya pajak sama rata Rp 10 ribu per rit. Apapun bahan materialnya. Ketimbang kami tidak mau bayar dan pemerintah tidak dapat pendapatan sama sekali," tutup Anhar.

Perlu diketahui, pada Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan tertera jenis galian dan besaran pajak yang dibayar oleh para supir truk. Kebijakan pos pajak galian itu diberlakukan kembali pada minggu ke IV Desember 2021 lalu.

Untuk jenis galian tanah urug besaran pajak senilai Rp5.000/rit, tanah merah Rp10.000, batu gunung Rp40.000, pasir Rp50.000, sirtu Rp40.000 dan krikil Rp80.000.

Komentar
Banner
Banner