bakabar.com, JAKARTA – Tagar tangkap Menteri Agama (Menag) Yaqut Chlolil Qoumas, menggema di Twitter hingga menjadi trending topic, Kamis (24/2).
Situasi itu dipantik pernyataan Yaqut yang dianggap membandingkan pengeras suara di masjid dengan gonggongan anjing.
Berdasarkan pantauan bakabar.com, tagar @tangkapyaqut sudah dihujani lebih dari 18 ribu cuitan.
“Suara adzan kok dibandingkan dengan gonggongan anjing… Analogimu kebablasan pakmen!!!,” tulis warganet dengan akun @dhonnyzha***.
“Tangkap Yakult, gak pantes jd menteri agama!!!!,” tambah @abdulb***.
“Inalillahi wa innailaihi rojiun,” ungkap warganet lain dengan akun @pancaning***.
Perbandingan pengeras suara masjid dengan gonggongan anjing itu disampaikan Menag ketika menjelaskan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Yaqut meminta agar volume pengeras suara masjid dan musala diatur maksimal 100 dB (desibel), dan waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
“Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak?,” papar Yaqut seperti dilansir Tempo.
“Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan. Speaker di musala dan masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu,” imbuhnya.
Bantah
Selain menggema di Twitter, sejumlah pihak berencana melaporkan Yaqut Cholil Qoumas atas tuduhan penistaan agama.
Terkait pelaporan tersebut, Plt Kepala Biro Humas Data dan Informasi Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar, memastikan pemberitaan tentang Yaqut membandingkan pengeras suara masjid dengan gonggongan anjing tidak tepat.
“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” tukas Thobib.
“Terkait Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, Menag menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi,” imbuhnya.
Thobib Al Asyhar juga menekankan penggunaan kata ‘misalnya’, ketika Yaqut memberikan contoh sederhana tentang kebisingan.
“Menag mencontohkan suara yang terlalu keras dan muncul bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar,” tutur Thobib.
“Pun dalam edaran hanya mengatur volume suara, bukan melarang penggunaan pengeras suara untuk mengumandangkan azan. Pedoman ini sudah diterbitkan sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,” tandasnya.
Sementara Ketua PBNU, Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), memilih berpikiran positif terkait maksud dari pernyataan Menag tersebut.
“Saya positif thinking saja, bahwa mungkin Pak Menag bermaksud agar saling menghormati. Semisal tetangga yang memelihara anjing, juga hendaknya menjaga ketenteraman masyarakat sekitar,” papar Gus Fahrur seperti dilansir Detik.
“Menag muslim yang baik, tak mungkin bermaksud menyamakan kedudukan azan dengan suara anjing. Saya mengajak masyarakat untuk positive thinking dan bersama menyelesaikan masalah yang lebih penting,” tandasnya.