Kontroversi Power Wheeling

Skema Power Wheeling Berpotensi Rugikan Negara, Ini Kata Komisi VII DPR

Skema power wheeling di RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan menuai pro-kontra karena akan mendorong munculnya kartel di sektor kelistrikan nasional.

Featured-Image
Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno (Foto: RMOL)

bakabar.com, JAKARTA - Skema power wheeling di Rancangan UU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) menuai pro kontra di masyarakat. Sejumlah pihak mengkhawatirkan skema power wheeling akan mendorong munculnya kartel pada sektor kelistrikan nasional. Ditakutkan mereka dapat mengontrol tarif listrik yang akan dijual ke konsumen.

Skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Skema tersebut memudahkan transfer energi listrik dengan memanfaatkan transmisi yang dioperasikan oleh PLN.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan sudah ada jalan tengah terkait perdebatan skema power wheeling dalam pembahasan Rancangan UU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Saat ini pembahasan RUU EBET masih berlangsung di tingkat panitia kerja (Panja) komisi VII DPR. Sementara itu, pemerintah akan memasukkan skema power wheeling dalam skala terbatas.

Baca Juga: Tinggalkan Batu Bara, Adaro Diversifikasi Bisnis Energi Terbarukan

"Saat ini solusinya yaitu untuk daerah-daerah yang memang sulit dijangkau dan belum ada jaringan PLN boleh dilaksanakan, ini kurang lebih meeting point yang akan kita capai dengan pemerintah," kata Eddy di Jakarta, Senin (6/2).

Skema itu membolehkan perusahaan swasta (Independent Power Producers/IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual listrik EBT kepada pelanggan rumah tangga dan industri.

"Kita merasa power wheeling itu penting untuk akselerasi industri EBT. Kalau tidak, kita andalkan PLN saja maka lama waktunya. Sekarang PLN masalahnya selalu mengatakan kita sekarang oversupply listrik," imbuhnya.

Baca Juga: Kabar Gembira. Skema "Power Wheeling" tak Masuk RUU EBET

Eddy menjelaskan penerapan skema power wheeling yang terbatas di daerah tertentu, tidak akan memberatkan PLN namun justru mempercepat pengembangan industri EBT di Indonesia.

"Kalau mau PLN gini saja, konektivitas jaringan seluruh Indonesia sehingga kalau ada kelebihan misalnya di Jatim bisa menutupi kekurangan misalnya di Sumbar, tapi investasi interkonektivitas ini tidak kecil, jadi saya kira ini problem tersendiri," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner