Skandal Setoran Polri

Skandal Ismail Bolong, Kejagung Wait and See

Kejagung angkat bicara mengenai skandal ptu (Purn) Ismail Bolong.

Featured-Image
Ismail Bolong masih masuk dalam radar kepolisian. Foto via Klik Kaltim

apahabar, JAKARTA - Kejagung angkat bicara mengenai skandal dugaan suap tambang ilegal Kalimantan yang menyeret keterlibatan Aiptu (Purn) Ismail Bolong.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Ketut Sumedana menyatakan Kejagung siap membuka penyelidikan. Asal, mereka menerima laporan masuk masyarakat.

"Kalau ada laporan pasti kami dalami, sejauh ini belum ada laporan itu (mafia tambang)," tuturnya, Jumat (2/12).

Ismail Bolong diduga menyuap sejumlah petinggi Polri untuk menutupi aksi penambangan ilegal di Marangkayu, Kutai Kartanegara. Sempat diperiksa Propam, ia memilih pensiun dini dari kepolisian.   

Lebih jauh, Ketut masih belum bisa banyak komentar. Lantaran belum ada laporan lebih lanjut dari masyarakat.

Dugaan mafia tambang santer terdengar sejak video viral Ismail Bolong. Dalam video tersebut, Ismail menjelaskan tentang bagaimana tambang ilegal beroperasi di Bumi Etam.

Tak cuma itu, mantan intel Polresta Samarinda tersebut sempat mengaku menyetor total Rp6 miliar ke Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Namun, belakangan ia meralatnya dengan menyebut sedang di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan.

Sejak videonya viral, dua kali sudah Bareskrim Polri melayangkan surat pemanggilan. Ismail Bolong tak kunjung muncul. Melalui kuasa hukumnya, ia mengaku sedang sakit dan stres karena maraknya pemberitaan tentangnya.

Pegiat antikorupsi Kaltim, Herdiansyah Hamzah melihat dua kemungkinan. Pertama, terkait niat dan keseriusan. Dan kedua, konflik kepentingan.

"Mereka tahu kalau Ismail Bolong ditangkap, bakal menyeret petinggi-petingginya," tutur dosen hukum Universitas Mulawarman ini kepada bakabar.com, baru tadi.

Sedari awal, Castro, sapaan Herdiansyah, merekomendasikan agar kasus Ismail Bolong ditangani oleh kejaksaan atau KPK saja.

"Karena itulah kasus tambang ilegalnya ditangani Polri, tapi untuk dugaan suap dan gratifikasinya harus ditangani kejaksaan atau KPK," jelasnya. "Biar tidak seperti jeruk makan jeruk," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner