bakabar.com, TANJUNG – Penanganan kasus dugaan pelecehan seksual oleh seorang oknum pejabat di Barito Timur (Bartim), Kalimantan Tengah seakan jalan di tempat.
Informasi dihimpun, sedikitnya tiga calon mahasiswi mengaku menjadi korban ragam pelecehan seksual saat mereka mengurus Kartu Indonesia Pintar (KIP), Juli lalu.
“Kami menilai penyidik dalam hal ini sangat lambat dan sangat tidak memiliki perspektif terhadap korban,” kata Kabid Advokasi dan Kampanye LBH Palangkaraya, Sandi JP Saragih Simarmata kepada bakabar.com, Selasa (6/9).
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak 35 Tahun 2014, penanganan kasus dugaan kekerasan seksual mestinya mendapat prioritas lebih. Penanganan yang cepat tentu memudahkan pemetaan dampak pasca-kejadian. Antara lain, pemulihan psikis. “Termasuk mencegah penyakit dan gangguan kesehatan pasca-kejadian,” sambungnya.
Menurut Sandi, penyidik Polres Bartim telah mengabaikan Pasal 59A UU 35/2014 mengingat kasus ini sudah bergulir kurang lebih sebulan lamanya. “Dari informasi yang kami dapat prosesnya masih penyelidikan dan penyelidikan. Belum ada penetapan tersangka, padahal korbannya sudah ada, pun terlapornya,” sebutnya.
Sandi mendesak Polres Bartim lebih serius menangani kasus ini. “Kami minta penyidik memeriksa terlapor dan menetapkannya sebagai tersangka,” tegasnya.
Selain kepada pihak Polres Bartim, Sandi juga menagih janji Pemkab Bartim melakukan pemeriksaan khusus terhadap terduga pelaku. “Pemulihan kondisi psikologis menjadi penting, karena saat ini belum ada pendampingan dari Pemkab,” ujarnya.
Ia kemudian meminta warga Kalteng khususnya Barito Timur terus mengawal proses kasus ini mengingat terduga pelaku bukanlah pejabat biasa. Setelah kasus ini mencuat, LBH menemukan fakta jika terduga pelaku mendapat jabatan baru di luar Dinas Sosial.
“Pelaku diduga kuat juga mempunyai ikatan keluarga dengan bupati Barito Timur,” ujarnya.
Terpisah, Kapolres Barito Timur AKBP Viddy Dasmasela kembali mengatensi penanganan kasus dugaan pelecehan seksual ini. “Sudah saya arahkan ke reskrim untuk segera ditindaklanjuti,” singkatnya via whatsapp, kemarin (5/9).
Sedangkan Pemkab Bartim melalui ajudan Bupati Ampera AY Mebas beralasan pemerintah daerah belum menjatuhkan sanski kepegawaian mengingat penyelidikan kasus ini masih bergulir di kepolisian. Ia juga membantah jika terduga pelaku mempunyai hubungan keluarga dengan dirinya.