Memaknai Iduladha 2023

Seruan Refleksi dari Masjid At-Tin Jakarta: Momentum Menepis Ego

Muslim di seluruh dunia sedang merayakan Iduladha. Mau terpaut jarak ataupun waktu, rasanya tetap sama. Ini hari besar, pengorbanan sejati umat Islam.

Featured-Image
Khutbah di Masjid At-Tin, Jakarta Timur, Kamis (29/6). (apahabar.com/Fadil)

bakabar.com, JAKARTA - Muslim di seluruh dunia sedang merayakan Iduladha. Mau terpaut jarak ataupun waktu, rasanya tetap sama. Ini hari besar, pengorbanan sejati umat Islam.

Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya; Nabi Ismail menjadi bagian penting. Sentral inspirasi yang membawa umat Islam menuju Iduladha.

Kisah ini kemudian diselaraskan oleh Ahmad Tholabi Kharlie.  Khatib dalam ibadah Salat Iduladha di Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, Kamis (29/6) pagi. 

Baca Juga: Mengenal Sejarah Iduladha dari Kisah Nabi Ibrahim

"Kurban juga dapat membentuk karakter umat yang toleran dan senantiasa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan saudaranya. Dengan begitu kesediaan berkurban adalah sebuah keniscayaan yang sangat diperlukan kehadirannya baik dalam konteks hubungan vertikal maupun horizontal," tutur Ahmad Tholabi. 

Kata Tholabi, ibadah kurban tak cukup dipersepsikan hanya dengan mengalirkan darah hewan yang disembelih, lalu dagingnya dibagikan. Tapi lebih dari itu.

"Kurban memiliki makna spiritual yang lebih hakiki. Serta muatan sosial dalam bermasyarakat," lanjutnya.

Di bagian itu, ia mengkolerasikan dengan Indonesia. Bahwa akan menghadapi hajat besar. Pesta demokrasi. Memilih pemimpin.

Baca Juga: Merayakan “Hari Membuat Hidup Indah” dan Cara Memaknainya

Menurutnya, momentum berkurban mesti dijadikan acuan. Agar para calon pemimpin bangsa nanti bisa mengesampingkan ego serta kepentingan diri sendiri. 

"Beberapa bulan akan pemilu, saat ini suasana hangat dan persaingan antar kubu makin terasa. Untuk itu, dalam momentum Iduladha ini kita diminta kesediaannya untuk menepis ego dan kesenangan sendiri, menjaga harmoni, mengusung toleransi bersama anak bangsa demi mewujudkan suasana damai dan kondusif di negeri tercinta ini. Dengan begitu, pesta demokrasi akan lancar dan sukses," tegas Tholabi. 

Selain itu, dalam khutbahnya Tholabi juga menyampaikan perayaan Iduladha pun dapat dijadikan kesempatan untuk merefleksikan diri. Menjauhi sifat-sifat buruk yang dimiliki hewan. 

"Hewan yang kita kurbankan merupakan simbol dari sifat kebinatangan yang lekat pada diri manusia seperti sifat buas, kejam, rakus, serakah, liar dan sebagainya," tuturnya. 

Baca Juga: Berkurban di Markas FPI: Menabung untuk Iduladha Tahun Depan

Lebih lanjut kata Tholabi, seandainya sifat kebinatangan itu dipelihara, dan menjadi bagian kehidupan, atau bahkan menjadi sistem sosial, maka fatal.

"Yang akan terjadi adalah berlakunya hukum rimba. Yang kuat memangsa yang lemah. Yang pintar mengakali yang bodoh. Hukum hanya memihak kepada yang kuasa. Tidak ada lagi aturan etika. Semua bebas berbuat dan seterusnya," paparnya.

Penutup, ia mengajak agar momentum Iduladha ini bisa menjadi ajang umat manusia ikut 'membunuh' sifat-sifat kebinatangan. 

"Oleh karena itulah sifat yang buruk itu haruslah disembelih atau dimatikan ini berarti kita harus mampu membunuh potensi sifat sifat kebinatangan tersebut agar kita dapat menjalani kehidupan ini secara lebih layak dan beradab," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner