bakabar.com, BANJARMASIN – Memasuki triwulan ketiga tahun anggaran berjalan, Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin kembali menghadapi tantangan klasik, lambannya realisasi anggaran.
Hingga Oktober, serapan keuangan baru mencapai 51,05% dari total target 75,96%, sedangkan capaian keseluruhan realisasi kegiatan berada di angka 68,06%.
Kondisi ini menunjukkan belum adanya percepatan signifikan dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang masih bergerak lamban dalam pelaksanaan program.
Beberapa dinas besar seperti Dinas Pendidikan, Dinas PUPR, dan Kesbangpol bahkan tercatat memiliki serapan di bawah 65%, menandakan potensi keterlambatan program hingga akhir tahun.
Situasi tersebut menjadi sorotan langsung Wali Kota Banjarmasin, Muhammad Yamin, yang meminta langkah cepat dan konkret agar serapan bisa dikejar dalam dua bulan tersisa.
“Kita ingin tahun 2026 nanti, seluruh SKPD mampu menyerap anggaran secara lebih sistematis. Namun di sisa waktu tahun ini pun masih bisa dikejar, asal ada komunikasi yang efektif. Sinkronisasi itu penting, terutama jika ada kegiatan yang tertunda atau terhambat,” tegasnya.
Yamin menegaskan, serapan anggaran tidak bisa dipandang sebatas kewajiban administratif, tetapi menjadi indikator nyata kinerja pembangunan daerah.
“Fokus kita bukan sekadar menyelesaikan laporan, tapi bagaimana anggaran itu bisa membawa manfaat nyata bagi warga kota. Ini jadi catatan penting, terutama bagi SKPD yang capaian realisasinya masih di bawah rata-rata,” jelasnya.
Namun, di balik seruan percepatan tersebut, persoalan klasik tampaknya masih menghantui birokrasi Pemkot Banjarmasin hingga mulai dari lemahnya perencanaan, keterlambatan lelang, hingga kurangnya koordinasi antarbidang.
Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Ikhsan Budiman, turut mengakui adanya sejumlah kegiatan strategis yang tidak berjalan sesuai rencana.
“Tidak semua kegiatan harus dipaksakan berjalan, terutama jika memang belum mendesak atau tidak memungkinkan dilaksanakan. Namun ini tetap jadi evaluasi kita bersama,” ujarnya.
Meski alasan efisiensi kerap menjadi pembenaran, rendahnya realisasi fisik dan keuangan tetap berisiko menimbulkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang tinggi di akhir tahun.
“Dua bulan ke depan menjadi momentum penting. Bukan hanya menyelesaikan target angka realisasi, tetapi bagaimana kegiatan yang tersisa benar-benar memiliki urgensi dan manfaat nyata bagi publik,” tandas Ikhsan.








