Represifitas Politik

Separuh Masyarakat Indonesia Makin Takut Bicara Politik

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai masyarakat saat ini, semakin takut untuk berbicara tentang persoalan politik.

Featured-Image
Ekonom Senior INDEF, Didik J Rachbini (Foto: Net)

bakabar.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai masyarakat Indonesia saat ini semakin takut membicarakan persoalan politik.

Data tersebut berdasarkan hasil penelitian dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang mencatat adanya tren kenaikan mengenai ketakutan masyarakat untuk berbicara soal politik.

“Sejak 2014 dan seterusnya, makin sini orang-orang semakin takut untuk berbicara soal politik, persentasenya hampir separuh, sudah hampir 60 persen dari responden, itu sudah takut berbicara politik,” ujar Ekonom Senior INDEF, Didik Rachbini melalui siaran dari bertajuk Catatan Ekonomi 2023 dari Ekonom Senior INDEF, Kamis (5/1).

Baca Juga: INDEF Bongkar Penyebab Ketimpangan Sosial: Oligarki Semakin Subur

Selain itu, imbuh Didik, akibat dari ketakutan masyarakat untuk berbicara politik berpengaruh pada keinginan masyarakat untuk berorganisasi.

Berdasarkan data yang sama, sejak tahun 2014-2021 menunjukan tren penurunan untuk masyarakat, untuk ikut berorganisasi. Bahkan, sebanyak 49 persen responden dalam penelitian tersebut, manyatakan takut untuk ikut organisasi.

“Alasannya karena mereka merasa takut kepada aparat yang bertindak semena-mena, dan ini dibiarkan. Ya mungkin figurnya politiknya ramah tapi aparatnya yang kejam, membuat rakyat takut,” ujar pria yang juga Rektor Paramadina ini.

Baca Juga: INDEF: Pertumbuhan Ekonomi Pulih, Tapi Strukturnya Jomplang

Implikasinya, proses transisi kepemimpinan, untuk menunjukan kepala negara baru semakin sulit untuk dilakukan.

“Peralihan kepempininan dari yang sudah berkuasa, kemudian kepada yang baru itu susah. Kalau sudah begitu, maka akan ada ongkos perkelahian yang manaikkan ongkos politik. Kemudian akan timbul risiko lainnya,” kata Didik.

Situasi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk menyebar ide-ide yang tidak diperlukan.

“Intelektual rongsokan seperti perpanjangan periode presiden makin banyak mendukung, dan ini yang membuat politik menjadi asimetris,” tutupnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner