bakabar.com, PALANGKA RAYA – Philip Jacobson akhirnya bisa pulang ke negara asalnya Amerika Serikat. Setelah sempat ditahan selama 45 hari di Palangka Raya.
Editor situs berita lingkungan nirlaba Mongabay.com dideportasi Jumat (31/1) kemarin. Dia sempat ditahan pihak Imigrasi Kota Palangka Raya atas dugaan pelanggaran visa.
Philip pertama kali ditahan pada tanggal 17 Desember 2019, setelah menghadiri sidang antara DPRD Provinsi Kalimantan Tengah dan cabang lokal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), kelompok advokasi hak adat terbesar di Indonesia.
Pria berusia 31 tahu itu melakukan perjalanan ke Kota Palangka Raya setelah memasuki negara itu dengan visa bisnis untuk serangkaian pertemuan.
Beberapa jam sebelum dia dijadwalkan untuk terbang ke luar kota, otoritas imigrasi datang ke wisma tempat dia menginap dan menyita paspornya.
Keesokan harinya mereka menanyainya selama empat jam dan memerintahkannya untuk tetap di Palangka Raya sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Lebih dari sebulan kemudian, pada 21 Januari 2020, Jacobson secara resmi ditangkap dan ditahan di Pusat Penahanan Kelas II Palangkaraya. Philip harus menghadapi tuduhan pelanggaran atas undang-undang Imigrasi Nomor 6 Tahun 2011 dengan hukuman penjara hingga lima tahun.
Meskipun ditahan lama sebagai tahanan kota, -termasuk empat hari mendekam di dalam Rutan Palangkaraya, Jacobson akhirnya tidak didakwa dengan kejahatan.
Pada 24 Januari 2020, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan kepada media bahwa ia akan memerintahkan Jacobson untuk "segera" dideportasi, dan di hari itu juga dia dipindahkan kembali ke "tahanan kota." Seminggu kemudian ia dideportasi.
"Kami lega bahwa Phil akhirnya dapat memperoleh kebebasannya," kata Pendiri dan CEO Mongabay Rhett A. Butler dalam siaran persnya.
"Penahanannya yang berkepanjangan amat memprihatinkan, tetapi akhirnya kami sangat senang, bahwa pada akhirnya pihak berwenang membebaskannya," lanjut Rhett.
Senada dengan Philip juga mengaku lega. “Saya amat berterima kasih kepada semua pihak yang telah berjerih lelah untuk saya, secara khusus kepada Menkopolhukam Bapak Mahfud MD, para tokoh, serta orang-orang di Indonesia yang telah berjuang untuk menyoroti pentingnya pekerjaan yang dilakukan oleh pers,” timpal Philip.
"Bersamaan dengan hal ini, saya amat sedih dideportasi dari Indonesia. Sebuah negara yang luar biasa, dimana rakyatnya paling ramah, dermawan dan tanpa pamrih. Saya beruntung telah mengenal mereka yang berasal dari seluruh pelosok nusantara,” lanjutnya.
Baca Juga:AMAN Kaltim Kecam Penangkapan Jurnalis AS di Palangkaraya
Kronologis Kasus Keimigrasian Phil Jacobson:
14 Desember: Jacobson melakukan perjalanan dengan multiple-entry business visa, tiba di Palangkaraya, ibu kota provinsi Kalimantan Tengah, untuk bertemu dengan pegiat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sebuah kelompok advokasi hak-hak adat.
16 Desember: Jacobson menghadiri dialog di gedung parlemen daerah, DPRD Kalimantan Tengah dan cabang AMAN setempat
17 Desember: Jacobson dijadwalkan terbang keluar dari Palangkaraya, tetapi sebelum dia bisa pergi ke bandara, petugas imigrasi pergi ke wisma tempat dia menginap dan menyita paspornya. Para pejabat memerintahkan Jacobson untuk datang pada hari berikutnya untuk diinterogasi. Diketahui kemudian bahwa seseorang telah memotret Jacobson di gedung parlemen dan melaporkannya ke imigrasi.
18 Desember: Di kantor imigrasi Jacobson diinterogasi tentang kegiatannya. Pihak berwenang mengambil pernyataan resmi, yang dikenal sebagai BAP, dan memerintahkan Jacobson untuk tetap di Palangkaraya sementara mereka melanjutkan penyelidikan.
20 Desember: Kedutaan Besar AS menelepon kantor imigrasi, disebutkan bahwa mereka tidak akan memberikan batas waktu untuk investigasi atau proses administrasi.
24 Desember: Jacobson ketinggalan penerbangan internasional keluar dari Indonesia, untuk liburan Natal dan Tahun Baru.
26 Desember - 7 Januari: Imigrasi terus mengelak tentang jadwal waktu untuk proses administrasi.
9 Januari: Jacobson dipanggil ke kantor imigrasi, di mana dia menerima surat resmi yang mengatakan dia dicurigai melakukan pelanggaran visa dan sedang diselidiki. Pihak berwenang menyatakan bahwa selama Jacobson tetap kooperatif, dia akan tetap menjadi tahanan kota, daripada ditahan di sel imigrasi.
21 Januari: Petugas imigrasi mendatangi wisma tempat menginap Jacobson dan memerintahkannya untuk mengepak barang-barangnya dan ikut bersama mereka. Dia ditahan dan dipindahkan ke pusat penahanan.
22 Januari: Jacobson dan koleganya dianugerahi Fetisov Journalism Award untuk laporan kerja investigasinya tentang rencana investasi perkebunan sawit terbesar di dunia berlokasi di Papua. Karya ini merupakan kerja kolaboratif dengan majalah Tempo, Malaysiakini dan The Gecko Project, Jacobson diharapkan menghadiri upacara penghargaan di Swiss sebelum ia dilarang meninggalkan Kota Palangkaraya.
24 Januari: Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan kepada wartawan di Jakarta bahwa ia akan memerintahkan Jacobson untuk "segera" dideportasi dari Indonesia. Pada hari yang sama, pengacara Jacobson mengirim surat memohon pemindahan Jacobson dari penjara kembali menjadi "tahanan kota." Upaya ini dikabulkan.
26 Januari: Jacobson, tetap dicegah meninggalkan Kota Palangkaraya, dia berulangtahun ke-31 tahun di hari ini.
31 Januari: Jacobson, dikawal oleh tiga petugas imigrasi, berangkat dari Palangkaraya ke Jakarta. Beberapa jam menunggu di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, dia diberangkatkan ke Amerika Serikat. Sebelum keberangkatan, ia diberitahu bahwa tuntutan terhadapnya telah dibatalkan secara resmi (dengan penerbitan surat SP3). Dia diberi tahu bahwa dia akan masuk daftar hitam sementara untuk memasuki Indonesia tetapi tidak diberi jangka waktu tertentu.(mon)
Baca Juga:Sikap Walhi soal Penangkapan Jurnalis Mongabay di Palangkaraya, dan Penjelasan Imigrasi
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin