Ketahanan Pangan

Sektor Pertanian yang Baik, Dukung Ketahanan Pangan

Praktik ekonomi dan sosial selama ini telah mengabaikan keseimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan.

Featured-Image
Workshop Internasional “Problematizing Sustainable Agriculture and Food Security in Southeast Asia“ di UPN Veteran Jakarta, Sumber: UPN Veteran

bakabar.com, JAKARTA - Praktik berkelanjutan menjadi semakin penting dalam praktik sosial seiring dengan isu perubahan iklim. Ia menjadi semakin penting karena praktik ekonomi dan sosial selama ini telah mengabaikan keseimbangan sosial, ekonomi dan lingkungan.

Padahal konon ekonomi mengatakan bahwa sosial adalah equilibrium (keseimbangan). Tetapi praktik yang ada telah menyebabkan kerusakan alam dan kenaikan temperatur global yang pada akhirnya memerlihatkan ketidakseimbangan dan kemerosotan pendapatan.

Sebagaimana diterapkan oleh berbagai negara termasuk negara ASEAN, bukan secara kebetulan negara-negara tersebut memiliki kesamaan yaitu sama-sama memiliki iklim tropis. Sekian lama diabaikan, mungkin sekarang waktunya kita kembali kepada ekonomi tropis yaitu ekonomi dimana “udang dan ikan menghampirimu” dan “tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.

Ekonomi tropis membahas semua mulai dari padi hingga sagu, mulai dari ikan kembung hingga ikan tuna, dan mulai dari air hingga matahari, dan mulai dari kambing hingga barang tambang. Bukan kebetulan jika kemudian sektor ini memberikan kontribusi kepada ketahanan dan kedaulatan pangan yang sekarang ini juga menjadi semakin penting.

"Untuk itu, tidak salah jika ada keterkaitan antara sektor pertanian dan ketahanan pangan. Logikanya, jika sektor pertanian memiliki kinerja yang baik, maka ketahanan pangan akan tercapai," demikian disampaikan oleh Dr. Fachru Novrian melalui siaran pers yang diterima bakabar.com, Rabu (29/11).

Baca Juga: Petani Milenial Manfaatkan Plasma Ozon, Jaga Kualitas Produk Pertanian

Namun demikian, ada banyak faktor tentunya yang turut memengaruhi ketahanan pangan. Iklim, pertanian dan makanan adalah wujud nyata dari perekonomian termasuk sosial di dalamnya. Pada kenyataannya, segudang kekayaan alam itu masyarakat ASEAN sebagian besar masih memiliki banyak keterbatasan terhadap akses produk-produk tersebut.

Untuk itu, ujar Fachru, Pusat Kajian (PUSKA) Pembangunan Berkelanjutan dan Strategis (Strategic and Sustainable Development Research Center), Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) menyelenggarakan workshop internasional dalam rangka publikasi buku.

Workshop ini bekerjasama dengan Institute Asia-Eropah, Universiti Malaya, pada November 15-17 2023 yang lalu. Kegiatan ini diselenggarakan juga dengan bekerjasama dengan Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (GAPKI), Bank KB BUKOPIN dan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Dalam workshop dengan tema “Problematizing Sustainable Agriculture and Food Security in Southeast Asia“ tersebut dihadiri para peneliti berbagai bidang ekonom, insinyur, hukum dan sosial, dosen dan profesor dari 11 negara anggota ASEAN yaitu Prof Anter Venus (Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta), Prof Rajah Rasiah (Universiti Malaya, Malaysia), Prof Rene Ofreno (University of Philippines, Filipina), Prof Jerry Cournivanos (Federation University Australia, Timor Leste/Australia), Prof Ahmed Osumanu H (Universiti Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darusalam), Dr Charoenrat Teerawat (Khon Kaen University, Thailand), Dr Fadhil Hasan (UPNVJ), Dr Dianwicaksih Arieftiara (UPNVJ), Dr Fachru Nofrian (UPNVJ), Dr Annizah (Universiti Malaya), Dr Latdavanh (Laos Government), Elyssa Kaur Laudher (ISEAS Yusof Ishak, Singapura), Dr Bach Tan Sinh (Vietnam National University), Naw Shareen (Myanmar), Kum Kim (Svay Rieng University, Kamboja). Selain itu, workshop dihadiri oleh tim dari Pusat Kajian SSD dan Institut Asia-Eropah, Malaysia.

Lahan pertanian padi - bakabar.com
Lahan pertanian tanaman padi di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimntan Timur. Foto: ANTARA

Sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan di ASEAN

Dalam workshop tersebut, para peneliti memaparkan kondisi perkembangan pembangunan sektor pertanian, ketahanan pangan dan tantangan keberlanjutan di masing-masing negara. Meskipun ada kesamaan, namun setiap negara memiliki tantangan yang berbeda dalam rangka ekonomi berkelanjutan dan ketahanan pangan.

Misalnya saja di Myanmar, negara ini memiliki kerentanan seperti bencana alam yang sering terjadi termasuk banjir. Meskipun Myanmar memiliki lahan yang subur, namun sayangnya kinerja ekonomi pertaniannya masih rendah sehingga kesempatan kerja di sektor ini juga mengalami pelambatan.

Di Malaysia, sektor pertanian mengalami pelambatan, sedangkan konsumsi lebih besar dibandingkan produksinya. Secara jangka panjang, kesempatan kerja cenderung mengalami pelambatan, sebagaimana yang dihadapi juga oleh Indonesia dan Filipina. Lebih lanjut, Filipina mengalami tendensi impor pangan dan deregulasi sektor pangan yang menandakan tren liberalisasi di negara tersebut.

Baca Juga: Petani Desa Bukit Layang Inovatif, Buat Sawah Apung untuk Pertanian

Apa yang terjadi di Thailand mungkin sedikit berbeda, karena meskipun mengalami industrialisasi tetapi sektor pertanian tetap memiliki peran yang penting terhadap perekonomian dan menyerap hingga sepertiga kesempatan kerja. Selain itu, Vietnam juga mengalami tren yang sama yaitu pelambatan share sektor pertanian dan kesempatan kerja.

"Pelambatan tersebut menandakan adanya shift namun sayangnya tidak semua negara mengalami pergeseran kepada sektor manufaktur yang menjelaskan bahwa sebagian besar tidak mengalami industrialisasi. Tentu hal tersebut agak berat untuk mencapai ketahanan pangan dan keberlanjutan. Di sisi lain, Singapura sudah mengembangkan teknologi untuk penerapan makanan biologis," demikian disampaikan dalam keterangan pers tersebut.

Agenda tersebut dilanjutkan dengan visiting profesor di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) dengan menghadirkan Prof Rajah Rasiah dan Prof Rene Ofreno dengan tema “Kolaborasi ASEAN Memperkuat Ekonomi Biru untuk Menghadapi Tantangan Global, Kesejahteraan Sosial-Ekonomi dan Kepastian Hukum. Agenda tersebut yang dibuka oleh Staf Khusus Rektor Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Dr Dianwicaksih Arieftiara.

Dalam pemaparannya, Prof. Rene menjelaskan proses ekonomi biru yang terjadi di Filipina. Menurutnya, ekonomi hijau saja tidak cukup tetapi lebih dari itu harus ekonomi yang lebih hijau (greener). Dia juga menjelaskan bahwa framework ASEAN Blue Economy bisa saja efektif ke depannya.

Editor


Komentar
Banner
Banner