Tak Berkategori

Sejarah Kemerdekaan Indonesia di Balikpapan, Awal Munculnya Kelompok Pemberontak

apahabar.com, BALIKPAPAN – Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 lewat pernyataan Soekarno dan Moh…

Featured-Image
FOTO: Tugu Pahlawan atau Tugu Peristiwa Demonstrasi Rakyat Balikpapan. Foto-net

bakabar.com, BALIKPAPAN – Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 lewat pernyataan Soekarno dan Moh Hatta kala itu menjadi catatan sejarah bagi warga Indonesia.

Namun beberapa daerah lain seperti Balikpapan, Kaltim, rupanya belum mengetahui kabar kemerdekaan tersebut. Pasalnya kala itu stasiun radio banyak dirusak dan dirampas oleh Jepang.

Barulah pada tanggal 13 November 1945 masyarakat di Balikpapan mendengar kabar tersebut melalui radio Australia.

Di sinilah mulanya sejarah panjang para kelompok pemuda di Balikpapan yang berjuang demi mengibarkan sang merah putih.

“Kami baru tahu itu dari seorang pekerja BPM (N.V. Bataafsche Petroleum Maatschappij atau sekarang Pertamina) yang datang ke Balikpapan setelau berlayar dari Pulau Jawa,” kata Prayitno Djaya Diharjo salah seorang veteran yang kala itu tergabung dalam kelompok pemuda.

Hari itu juga seorang pemuda bernama Abdul Moethalib mendirikan Komite Indonesia Merdeka (KIM). Moethalib mendorong pemuda-pemuda yang ada di Balikpapan dan pendatang untuk menyatakan dukungan kepada Republik Indonesia.

“Jadi rakyat Balikpapan singkatnya mendukung Kemerdekaan Indonesia dan bergabung menjadi satu sebagai warga RI pada waktu itu,” ujar pria yang akrab disapa Koesman ini.

Tanggal 13 November itu juga KIM mengadakan rapat umum di Kampoeng Karang Anjar (Kampung Karang Anyar) Balikpapan menyatakan dukungan Kemerdekaan di Jakarta dengan pernyataan mendirikan bendera merah putih.
Tetapi di Balikpapan ketika itu sudah ada Pemerintahan Sipil Hindia Belanda atau NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Setelah Jepang kalah NICA sudah masuk di Balikpapan bersama tentara sekutu yang mengusir Jepang pada saat itu.

“Pada waktu mengadakan rapat itu, saat Abdul Moethalib pidato di podium ditangkap oleh Tentara Belanda, bahwa pernyataan Kemerdekaan kita itu tidak berlangsung atau menaikkan bendera merah putih di Balikpapan tidak berlangsung,” katanya.

Waktu ditangkap, Moethalib menyatakan kepada Pemerintahan Belanda pada waktu itu segera meninggalkan Kota Balikpapan.

Dan yang kedua supaya uang Jepang yang dirampas oleh rakyat agar dikembalikan, karena saat itu untuk belanja saja masyarakat tidak ada uang.

Sebab saat itu karena uang Belanda belum beredar lantaran baru beberapa bulan mendarat di Balikpapan setelah sekutu mengalahkan Jepang pada tanggal 1 Juli 1945

“Jadi pada 13 November itu baru berapa bulan saja. Jadi rakyat Indonesia baru sebagian kecil yang kembali ke kota,” tuturnya.

Lantaran gagal mendirikan bendera merah putih kala itu, Belanda mengatakan tidak dapat mengabulkan permintaan yang disebut Moethalib tadi.

Sebab saat itu pimpinan NICA berada di Morotai (Maluku), sehingga harus meminta persetujuannya terlebih dahulu.

“Kemudian Bung Moethalib mengumpulkan teman-teman pendukung supaya kita mengadakan perlawanan bersenjata,” kata veteran 45′ saat ditemui di rumahnya di RT 26 No 9 Kelurahan Sumber Rejo, Balikpapan Tengah itu pada 9 Agustus lalu.

Kelompok Pemberontakan

Setelah itu muncullah beberapa kelompok di Balikpapan untuk melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Kelompok pertama berada di Gunung Samarinda yang dipimpin Kasmani dan Misran Hadi Prajitno (kakak Koesman).

Kelompok inilah yang paling dominan saat itu. Lalu kemudian kelompok di Kampung Dam atau Kampung Damai yang dipimpin oleh Anang Acil dibantu mantan Disersi Polisi Belanda berkebangsaan Indonesia bernama Jhony.
Satu lagi kelompok yang berada di Kota dipimpin oleh Abdul Rahman Muhidin. Sedangkan Moethalib sendiri sebagai pimpinan umum.

“Nah anggotanya semua supaya melengkapi diri dengan senjata api. Jadi senjatanya cari sendiri, siapa yang bergabung lapor bergabung tapi senjata cari sendiri,” ungkapnya.

Pada tanggal 18 November 1945 Moethalib melakukan rapat untuk melakukan pergerakan dan pemberontakan di Balikpapan agar bisa mengenyahkan Belanda.

Rencananya mereka akan meledakkan pembangkit listrik yang berada di Asrama Bukit (Askit). Serangan umum ini dipimpin langsung oleh Abdul Moethalib.

Namun demikian setelah kelompok ini berada di posnya masing-masing pada malam 18 November 1945 itu gagal.

“Karena salah satu kelompok petugas yang ditugaskan menghancurkan tenaga pusat listrik NICA itu tidak terlaksana, karena waktu di granat bukan mesinnya yang kena tapi cuma bak pendinginnya. Jadi Balikpapan saat itu masih agak terang,” jelas kakek yang memiliki 10 anak, 23 cucu dan 9 cicit ini.

Dari kegagalan itu, keesokan hari atau tanggal 19 November 1945 pagi Belanda melakukan operasi dan mengetahui siapa dalang dibalik penyerangan tersebut.
Abdul Moethalib, Sugito dan Fakhir Muhammad dilarikan keluar Balikpapan yakni ke Balikpapan Seberang (sekarang Penajam).

Lalu mereka dilarikan lagi ke Selatan menuju Tanah Grogot, disana disambut oleh pejuang dari Banjarmasin yang kemudian menyembunyikannya.

“Hingga saat ini entah di bawa kemana kami belum tahu juga ada di mana. Meninggal di mana, kalau masih hidup sampai hari ini kita tidak tahu. Tapi yang satunya bernama Fakhir Muhammad pada tahun 1950 kembali ke Balikpapan tapi berpisah sama Muthalib dan Sugito jadi tidak tahu keberadaan kedua pemimpin tadi,” terangnya.

Peristiwa tersebut kemudian diabadikan dalam bentuk Tugu Pahlawan atau Tugu Peristiwa Demonstrasi Rakyat Balikpapan.

Tugu tersebut berdiri di kawasan Komplek Pertamina namun pada tahun 2020 tugu tersebut dipindah di Balai Gembira Balikpapan atau disamping SPBU Karang Anyar.

Komentar
Banner
Banner