bakabar.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dinilai dapat sebagai solusi di tengah polemik perizinan praktik dokter pada organisasi profesi kedokteran.
Hal tersebut sekaligus menjawab polemik organisasi profesi kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menjadi satu-satunya jalur bagi profesi dokter agar dapat membuka praktik.
Seperti yang dijelaskan Sekertaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan, dr. Judilherry Justam usai melangsungkan FGD Rancangan Undang– Undang (RUU) Kesehatan, baru tadi.
Baca Juga: IDI Sebut Penguatan Peran Dokter Umum Penting untuk Cegah Stunting
"IDI mengeluarkan rekomendasi izin praktik. Kita (dokter) yang mau praktik, kita (dokter) juga yang kasih izin praktik. Kalau enggak, gak bisa praktik." jelasnya dalam diskusi yang dilangsungkan di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur (27/3).
"Dinas kesehatan (Dinkes) gak boleh kasih izin praktik, kalau Dinkes kasih melanggar hukum," kata dr. Judilherry.
Sebab, ia menjelaskan bahwa sebelum adanya RUU kesehatan ini organisasi profesi dokter seperti IDI memiliki kekuasaan yang sangat leluasa.
Menurut dr. Judilherry sebagai Wakil Ketua Dewan penasehat IDI tahun 2012-2015, kewenangan IDI terlalu banyak dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Padahal, banyak hal yang tidak relevan untuk diurus oleh organisasi profesi seperti IDI.
"Kemudian ada kologium, dibentuk organisasi profesi. Di mana pun di dunia, Kologium itu terpisah oleh organisasi profesi. Kologium urus pendidikan, organisasi profesi ngurus profesi dan pelayanan. Gak boleh digabung, harus terpisah, independen. Kewenangan yang berlebihan. Jadi harus saling ngawasin," ujar dr. Judilherry.
Untuk itu, ia berharap bahwa RUU yang saat ini tengah berada di Komisi IX DPR RI dapat sesegera mungkin direalisasikan dan disahkan ke dalam Undang-Undang.
"Syukurlah pembahasannya sekarang di komisi IX. Dengan di Komisi IX mudah-mudahan bisa mengkoreksi apa yang sudah tidak tepat lagi," pungkasnya.