bakabar.com, JAKARTA - Dalam Sustainability Report BNI pada 2022, bank itu mengklaim mendukung ekonomi rendah karbon dan ketahanan terhadap risiko krisis iklim.
“Namun, realitanya tak seindah klaim yang diungkapkan,” ujar Ginanjar Ariyasuta, perwakilan Climate Rangers Jakarta.
Ginanjar mendesak agar BNI tidak menjadikan green banking sekedar branding marketing hijau yang miskin substansi, bertepatan dengan agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BNI.
"Kami mendesak BNI menghentikan pendanaan ke energi fosil, termasuk batu bara dan mengalihkannya untuk mendanai energi terbarukan," tegasnya.
Baca Juga: Hasil RUPS Sepakati Dirut IFG jadi Komisaris Bank BNI
Bersama sejumlah aktivis dari Climate Ranger Jakarta, 350 Indonesia, Koprol Iklim, Market Forces, Enter Nusantara, BEM FMIPA UI dan Jeda Iklim, mereka mengadakan aksi protes di depan Graha BNI.
“Kami mendesak BNI mengalihkan uang dari energi fosil ke energi terbarukan.” terang Ginanjar.
Lebih jauh dia mengungkapkan, dibandingkan dengan sektor energi fosil, pendanaan BNI di sektor energi terbarukan ternyata masih rendah, hanya sebesar Rp10,9 triliun.
“BNI sebagai Bank BUMN seharusnya menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam agenda transisi energi yang jadi prioritas pada G20 silam. Salah satunya dengan memindahkan uang dari sektor energi fosil ke energi terbarukan.” tegas Ginanjar.
Baca Juga: RUU EBET Bahas Energi Fosil, "350 Indonesia" Desak DPR Fokus Atur Energi Terbarukan
Senada, Campaigner dari 350 Indonesia Suriadi Darmoko yang ikut dalam aksi tersebut menjelaskan, saat public expose pada september tahun lalu, BNI menyatakan akan membatasi pinjaman ke proyek batubara sebesar 2% dari seluruh kreditnya. Total kredit yang disalurkan BNI pada tahun 2022 mencapai Rp 646,19 triliun.
”Artinya, 2% dari total portofolio kredit BNI adalah sekitar Rp12,923 triliun masih digunakan untuk membiayai proyek batu bara. Hal ini tentu bertentangan dengan klaim BNI sebagai pelopor dari green banking” ujar Darmoko.
Sementara itu, Elvan dari Enter Nusantara menilai pendanaan bank BUMN terhadap energi fosil jelas adalah batu sandungan bagi transisi energi di Indonesia. Bahkan, lebih dari itu pendanaan ke sektor batubara dapat menggagalkan agenda transisi energi Indonesia.
"Termasuk menggagalkan pencapaian target program transisi yang pendanaanya didukung baik negara maupun bank internasional melalui skema just energi transisi partnership (JETP).” tegasnya.
Baca Juga: Gesits Hadirkan Dua Motor Listrik demi Dukung Ekosistem Energi Bersih
Padahal, agenda transisi energi merupakan langkah prioritas dalam usaha mitigasi krisis iklim. Sehingga penting bagi Bank BUMN untuk mendukung transisi energi. Karena itu, Adrian Al-Farisi dari BEM FMIPA UI mengungkapkan, krisis iklim merupakan momok menakutkan bagi generasi muda karena telah berdampak nyata.
“Bagaimana bisa kami diam saja melihat masa depan kami begitu terancam sementara pemerintah masih dengan santai memilih energi fosil dibanding energi terbarukan," paparnya.
Itu sebabnya Adrian menyebut, beralih pada investasi energi terbarukan sangat diperlukan demi menyelamatkan masa depan. Menyelamatkan generasi mendatang.
Jika masih ngotot menggunakan energi kotor, dia mengatakan "Sainsnya sudah jelas, hanya masa depan kita yang belum jelas."