bakabar.com, JAKARTA - Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova membeberkan penguatan rupiah terhadap dolar AS pada pembukaan perdagangan hari ini disebabkan penurunan indeks dolar AS.
"Penurunan tersebut) dipicu testimoni Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (Fed) Jerome Powell mengenai pertumbuhan dan inflasi yang tak sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar," ujarnya di Jakarta, Kamis (22/6).
Salah satu isu yang menjadi perhatian pelaku pasar adalah gambaran ekonomi AS yang masih kuat dan inflasi yang berjalan terlalu tinggi. "Padahal, ekonomi AS mulai terdampak kebijakan suku bunga tinggi oleh The Fed," ucapnya.
Baca Juga: Khawatir Pelambatan Ekonomi China, Rupiah Lemah Terhadap Dolar AS
Meninjau dari faktor domestik, penguatan rupiah dipengaruhi Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan menahan suku bunga acuan sesuai dengan ekspektasi pasar. BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan tetap di level 5,75 persen.
Faktor lainnya adalah tren penurunan yield obligasi pemerintah Indonesia yang diperkirakan masih akan berlanjut. "Rata-rata penurunan yield obligasi pemerintah di kisaran 2-4 bps," ungkap Rully.
Rupiah pada pembukaan perdagangan Kamis pagi menguat 47 poin atau 0,31 menjadi Rp14.905 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.952 per dolar AS.
Baca Juga: Penguatan Rupiah, Analis: Karena Capital Inflow di Pasar Keuangan
Sebelumnya, Powell akan menghadapi Anggota Parlemen AS dalam dua hari kesaksian, sejak Rabu (21/6) pada pukul 14.00 GMT hingga hari ini, dan akan ditanyai mengenai kepastian kenaikan suku bunga acuan pada bulan Juli dan puncak suku bunga yang diproyeksikan mencapai 5,5 persen-5,7 persen.
Pasar memiliki keraguan dan saat ini menyiratkan sekitar 78 persen kemungkinan kenaikan menjadi 5,25 persen hingga 5,5 persen pada bulan depan, dengan kemungkinan itu adalah akhir dari keseluruhan siklus pengetatan.
Lukman menyebutkan penguatan rupiah diiringi dengan penurunan pada imbal hasil obligasi tenor 10 tahun Indonesia yang mencerminkan permintaan investor pada surat berharga negara.