bakabar.com, JAKARTA - Resah dengan terjadinya pemanasan global seorang mahasiswa Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Yuan Rafika bersama temannya membuat terobosan baru untuk mengurangi emisi karbon dari kendaraan bermotor.
Terobosan inovasi yang dikerjakan bersama temannya tersebut kemudian dinamakan Exhaust Carbon Filter. Adapun sistem kerja rancangan knalpot ini terinspiransi dari sistem fotosintesis pada tumbuhan.
Knalpot tersebut nantinya dapat menyaring dan mengubah karbon dioksida (CO2) menjadi oksigen. Caranya, air akan memberikan reaksi bila dipertemukan dengan CO2 dengan bantuan sistem listrik pada aki.
"Saat ini, fitur yang direncanakan ada pada knalpot tersebut adalah peredam suara sesuai ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan filter gas CO2," kata Rafika seperti dilansir Antara, Jumat (3/3).
Baca Juga: Viral Copenhagen Fashion Week, Model Bergaun Ramah Lingkungan Jadi Sorotan
Knalpot ramah lingkungan tersebut dapat menampung air hingga sekitar 100 ml untuk satu hingga dua jam perjalanan.
Ke depan ia bersama temannya akant terus mengembangkan rancangan knalpot tersebut. Sebab, ia masih menemukan sejumlah masalah seperti knalpot yang mudah panas dan air yang mudah menguap.
Sejumlah fitur baru nantinya akan dikembangkan Rafika agar dapat sesuai dengan standar dan meningkatkan keunggulan produk. Sehingga ke depan dapat menarik minat konsumen untuk dapat diinstal di kendaraannya masing-masing.
Berharap Diproduksi Massal dan Bermanfaat Luas
Mengutip Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Rafika mengungkapkan emisi karbon yang dihasilkan dari seluruh penggunaan bahan bakar fosil pada 2021 mencapai 259,1 juta ton.
Dengan keberadaan knalpot ramah lingkungan yang dirancang bersama temannya tersebut dapat menekan emisi karbon dari kendaraan bermotor.
Baca Juga: Dukung Net Zero Emission, ASDP Terapkan Kebijakan Ramah Lingkungan
Karena itu ia berharap agar ke depan rancangan knalpot ramah lingkungan rancangan mereka dapat diproduksi secara massal dan dapat dipasarkan secara luas.
Sebab, saat ini suhu bumi sudah semakin hangat dan mengubah pola cuaca. Hal itu dapat mengganggu keseimbangan alam yang selama ini normal dapat berpotensi mengganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup lain di bumi.
"Karbon dioksida dan gas rumah kaca yang lain menjebak panas dan membuat planet bumi semakin hangat," pungkasnya.