Fakta itu diungkap Staf Koordinasi Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Rohyat Jumat (7/7) tadi. "Kami tidak tahu, apakah itu preman atau siapa. Saya nggak tahu," ujarnya kepada bakabar.com
Kata dia, pengadangan terjadi saat Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalsel dan tim PT Arutmin Indonesia mengecek aktivitas pertambangan di sekitar Km 171. Tepatnya tanggal 28 Juni.
Saat inspeksi itu, terlihat sejumlah alat berat di sekitar Km 171. Diduga adalah aktivitas tambang ilegal.
"Ada beberapa eskavator yang beraktivitas di sekitar Km 171 dari tim pantauan Arutmin," bebernya.
Peristiwa pengadangan itu sudah dilaporkan ke Polda Kalsel. Termasuk melaporkan dugaan adanya aktivitas penambangan di sekitar Km 171.
"Tanggal 3 Juli sudah dilaporkan ke Polda Kalsel, itu alat berat bukan milik PT Arutmin. Mereka tidak pernah menambang di situ. Jadi diduga itu milik penambang ilegal," tutunya.
Rohyat menyebut, sampai laporan dibuat, aktivitas penambangan di sekitar Km 171 masih berjalan.
Mendengar fakta itu, pemerhati sosial Kalsel Anang Rosandi geram. Ia mempertanyakan, mengapa mesti takut dengan orang-orang yang mengadang tersebut.
"Ini lucu, masak negara kalah sama preman. Jangan sedikit pun ada rasa takutlah! Ini instansi pemerintah loh! Mewakili negara!," ujarnya.
Ia meminta Ditjen Minerba pro aktif untuk mengawal kasus tersebut. Jangan sampai penambang ilegal menambang di sekitar Km 171.
"Menambang di Km 171 itu sudah pelanggaran berat. Jalan sudah rusak masa terus nambang. Harus diberantas itu. Jangan cuma lapor terus didiamkan!," tutupnya.
Hingga berita ini naik tayang, tim bakabar.com masih berupaya mengonfirmasi kepolisian terkait kasus pengadangan itu.