Berkat Raim Laode, dan juga komedian lain seperti Ari Kriting, kita bisa memahami suara-suara lirih di pinggiran republik kita yang selama ini terabaikan. Kita jadi tahu bagaimana perasaan anak-anak muda di Wakatobi di tengah gencarnya publikasi kawasan itu sebagai surga bawah laut.
Kita menemukan representasi dari mereka yang jauh di sana, yang merupakan potret bangsa kita, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kita menerima suara itu sebagai pertanda begitu banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di rumah republik kita.
Sebulan silam, saya berkunjung ke Wakatobi. Sayang, saya tidak sempat jumpa Raim di sana. Namun ada banyak kenyataan di sekitar, yang persis seperti sering disuarakan Raim.
Dari banyak kawan di sana, saya dengar kabar dia lebih banyak di Jakarta. Semoga saja adrenalin kreativitasnya tetap berpijak di kampung halamannya, tetap menggali isu-isu di sekitar rumahnya, tetap bersuara tentang berbagai kenyamanan dan ketidaknyamanan.
Semoga dia tetap timur, di manapun dia berada.