bakabar.com, BANJARBARU – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kalimantan Selatan menepis tuduhan perampasan lahan tanpa izin pada jalan lintas nasional di Sungai Puting, Kabupaten Tapin.
Buntut dari kasus ini, pemilik lahan, H Syahrani atau Pambakal Isah, mengancam menutup paksa akses jalan pada 14 Oktober mendatang hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Menyikapi hal tersebut, PUPR melalui bidang Penataan Ruang dan Pertanahan menilai tudingan Syahrani tidak tepat sasaran.
“Memang disposisi surat gubernur turunnya ke PUPR. Namun secara kewenangan itu bukan provinsi lagi, harusnya menteri sebagai pemerintahan,” kata Kepala Bidang Penataan Ruang dan Pertanahan PUPR Kalsel, Muhammad Nursjamsi di ruang kerjanya, Selasa (6/10) siang.
PUPR Kalsel dalam hal ini hanya bertindak sebagai pelaksana teknis, bukan pengambil keputusan. Pihaknya siap melakukan pembayaran ganti rugi apabila telah mendapatkan rekomendasi dari kejaksaan, melalui proses pengadilan.
“Kami hanya menggunakan hasil opini kejaksaan. Kami tidak berani melaksanaan karena kalau misalnya tercatat di aset pemerintah sudah milik pemerintah. Karena kalau mau membayar tanah itu pakai uang negara, jadi syaratnya macam-macam,” terang Sjamsi.
Sebelum itu, PUPR meminta pihak Syahrani untuk mengajukan tuntutan ke pengadilan. Namun hingga kini, tidak ada laporan resmi yang mereka terima. Dia justru menyayangkan, kasus ini mencuat di media sosial.
“Kami sudah minta untuk menuntut supaya jelas itu milik siapa menurut pengadilan,” lanjutnya.
Kasus terus bergulir, padahal sebelumnya telah dilakukan pertemuan antara pemerintah dan pihak Syahrani. Dalam hal ini diwakili oleh Sekdaprov Kalsel (Abdul Haris Makkie) dan Kepala Dinas PUPR Kalsel (Roy Rizal Anwar).
“Kendala utama pembayaran itu adalah asetnya sudah dikuasai oleh pemerintah pusat kementerian PUPR. Ketika tercatat di aset kekayaan pemerintah pusat, suka tidak suka diakui milik pemerintah pusat, ” tuturnya.
Menyikapi pemberitaan yang telah beredar, pihaknya akan melakukan mediasi kembali dengan pihak Syahrani. Sebab, selama ini hanya di perantarai oleh kuasa hukum.
“Harusnya pemerintah bisa ngomong langsung sama pemilik lahan, kalau pakai perantara bisa lebih atau kurang penyampaiannya. Kami secara teknis akan membayar, tapi tunjukkan cara yang tidak bertentangan dengan hukum,” imbuhnya
Dia berharap kasus ini tidak berlarut-larut, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi banyak pihak.
“Atas nama pemprov berharap tidak ditutup karena itu kepentingan umum. Jangan sampai hanya masalah sedikit, akhirnya menyusahkan masyarakat yang menggunakan itu,” pungkasnya.