bakabar.com, JAKARTA -Satgas Antimafia Bola Polri telah menetapkan 8 tersangka termasuk VW dan DR akibat pengaturan skor atau match fixing yang dilakukan klub x dan y.
Pertandingan antara x dan y diungkap terjadi di Liga 2 pada 2018. Jika melihat inisial nama dan waktu, itu diduga adalah pertandingan antara PSS Sleman bertemu Madura United tepatnya, Selasa (6/11/2018).
Terlebih kasus tersebut juga pernah diungkapkan oleh Yanuar Herwanto di program Mata Najwa PSSI Bisa Apa Jilid 1, di mana saat itu ia sebagai Manajer Madura FC.
Nama VW sendiri banyak dikaitkan di media sosial adalah Vigit Waluyo, pemilik klub Y atau Madura United. Sedangkan DR diduga adalah Dewanto Rahadmoyo, Manajer dari tim X, diduga PSS Sleman.
Baca Juga:Satgas Antimafia Bola Polri Tetapkan 2 Tersangka Baru Match Fixing
Pengamat sepak bola, Kesit Budi Handoyo memberikan tanggapan bahwa kasus tersebut memang sudah terjadi cukup lama tepatnya pada 2018.
Namun hanya berjalan begitu saja dan baru saat ini menemui kemajuan setelah diungkapkan oleh Satgas Antimafia Bola Polri.
"Ini kan sebenarnya kasus lama, kasus 2018. Dan pada saat itu juga sebenarnya sudah sempat muncul pemberitaannya, tapi ternyata kan berjalan begitu saja, artinya tidak ada tindakan apapun," ujar Kesit Budi Handoyo saat dihubungi oleh bakabar.com, Senin (16/10)
Meskipun begitu, Kesit juga menilai saat ini kasus tersebut sudah berjalan dengan semestinya dengan penetapan beberapa tersangka seperti perangkat pertandingan dan pihak terkait klub.
"Walaupun benar, menurut saya kalau sekarang sudah, artinya saat Satgas sudah berani menetapkan pihak-pihak tersebut sebagai tersangka," ungkap Kesit.
Baca Juga: Sosok Tersangka Baru Match Fixing Diduga Vigit Waluyo!
Adapun kesamaan lainnya seperti nama-nama wasit dalam pertandingan tersebut sama dengan inisial yang dibeberkan oleh Ketua Satgas Antimafia Bola Polri, Asep Edi Suheri.
R, Reza Pahlevi (wasit), A, Agung Setyawan (wasit cadangan), T, Tengku Khairuddin (asisten wasit satu) dan R, Rastawi (asisten wasit 2).
Pada pertandingan PSS Sleman dan Madura United sendiri memiliki kejanggalan yang tidak biasa, salah satunya ketika wasit utama mengalami cedera di menit 72. Itu merupakan kejadian yang jarang sekali terjadi.
Tidak sampai disitu pada akhir menjelang laga wasit tidak mengangkat bendera offside, padahal pemain PSS Sleman telah masuk dalam zona offside sehingga terjadi gol bunuh diri dari Chairul Rifan pemain Madura United.
Baca Juga: Erick Gagas Satgas Mafia Bola, tapi Lupakan Martapura FC
Menanggapi hal tersebut, Kesit menghimbau pihak terkait untuk menindak secara tegas individu maupun klub yang terlibat.
Kesit berpendapat jika ada individu terkait dengan match fixing harus dihukum seberat-beratnya seperti hukuman seumur hidup, karena merusak citra sepakbola Indonesia, meskipun tersangka merupakan pejabat PSSI.
"Tidak ada ampun di Indonesia, seumur hidup kalau perlu, jangan dikasih hati untuk pelakunya ya," tegas Kesit.
Sedangkan dari segi klub yang terlibat Kesit menghimbau hukuman tegas seperti halnya klub Juventus yang pernah tersandung kasus calciopoli di Serie A, karena klub tersebut memang tidak layak berlaga di kompetisi Indonesia, khususnya Liga 1.
Baca Juga: Faktor Independensi, Alasan Najwa Shihab Gabung Satgas Mafia Bola
"Ya kalau memang terbukti jika perlu di degradasi, menurut saya sah saja turunkan levelnya hingga paling bawah seperti Juventus pada waktu itu," jelas Kesit.
Tindakan tegas untuk segala pihak terkait match fixing perlu dilakukan guna citra sepakbola Indonesia lebih baik dan tidak terjadi hal serupa.