bakabar.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah sedang berusaha untuk mengevakuasi 20 pekerja migran Indonesia dari Myanmar yang diduga merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Jokowi mengaku telah menginstruksikan kepada Kementerian Luar Negeri agar segera melakukan tindakan dengan mengevakuasi para WNI yang menjadi pekerja migran di Myanmar,
"Kita sedang berusaha membawa dan mengevakuasi agar mereka keluar. Kemenlu sudah dan sedang berusaha melakukan evakuasi," kata Presiden Jokowi di Sarinah, Jakarta, Kamis (4/5).
Baca Juga: Pekerja Migran Asal Cianjur Meninggal Dunia di Saudi, Keluarga Ikhlas Jenazah Tak Dipulangkan
Presiden mengatakan Kementerian Luar Negeri RI terus berkomunikasi dengan otoritas Myanmar agar para WNI dapat dipulangkan. Ia juga telah menerima laporan tentang WNI yang mengalami penipuan dalam perekrutan.
"Ini kan penipuan, mereka dibawa ke tempat yang tidak diinginkan mereka," ungkap Presiden.
Berdasarkan kronologi, pada 2 Mei, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) melaporkan perekrut berinisial A dan P telah menempatkan sedikitnya 20 pekerja migran Indonesia yang diduga korban TPPO di Myanmar, ke Bareskrim Polri.
Kedua perekrut tersebut menempatkan pekerja Indonesia secara ilegal dengan modus menawarkan mereka pekerjaan sebagai operator komputer di salah satu perusahaan bursa saham di Thailand.
Baca Juga: Tidak Ada Aksi Demo, Serikat Pekerja di Solo Perkuat Konsolidasi
Para pekerja migran diimingi-imingi gaji besar sekitar Rp8 juta-Rp10 juta per bulan dan fasilitas tempat tinggal serta makanan gratis.
Mereka kemudian membiayai akomodasi keberangkatan para korban seperti pembuatan paspor, tiket pesawat, dan kebutuhan lainnya dengan ketentuan pinjaman dan pengembalian uang pinjaman tersebut dengan cara pemotongan gaji setelah para pekerja migran sudah bekerja dan menerima gaji.
Puluhan pekerja migran Indonesia tersebut diberangkatkan ke Myanmar melalui jalur air dari Bangkok, Thailand. Sesampainya di tempat kerja, mereka disekap oleh pihak perusahaan dan dijaga oleh orang-orang bersenjata dan berpakaian militer.
Mereka mempekerjakan para korban secara paksa untuk online scam selama 17 jam kerja per hari, memperlakukan para korban dengan kasar dan dengan tindakan kekerasan fisik dan psikologis, bahkan terjadi pemukulan hingga penyetruman.