Bisnis

Potensi Geothermal di Manggarai Capai 1.000 Megawatt

Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi geothermal cukup besar hampir 1.000 megawatt.

Featured-Image
Sejumlah lokasi di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi geothermal yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan energi bagi kebutuhan listrik warga daerah ini, seperti di Poco Leok, Kecamatan Satarmese. Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Senior Manajer Perizinan, Pertanahan dan Komunikasi PT PLN (Persero) UIP Nusa Tenggara Dede Mairizal mengatakan Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi geothermal cukup besar hampir 1.000 megawatt.

Dede Mairizal mengatakan potensi geothermal berada di Poco Leok, Kabupaten Manggarai. Potensi tersebut bisa digunakan menjadi sumber energi untuk kebutuhan listrik bagi warga daerah sekitar.

"Cadangan sebesar 402,5 megawatt (MW) tersebar di 16 titik dan salah satu potensi besar tersebut ada di kawasan Poco Leok, Kabupaten Manggarai," ujar Dede dalam keterangan tertulis pada Kamis (3/3).

Potensi geothermal di Kabupaten Manggarai tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2268 K/30/MEM/2017 yang menyatakan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi atau "Flores Geothermal Island".

Baca Juga: Pertamina Geothermal Resmi Melantai di BEI, Raih Dana Rp9,05 Triliun

Pemerintah, kata Dede, telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen tahun 2030 dan mencapai Net Zero Emission pada 2060. Dengan begitu, sumber daya energi baru terbarukan Indonesia khususnya Pulau Flores yang melimpah perlu dimaksimalkan untuk pengadaan energi bersih.

Dede Mairizal menegaskan apabila kebutuhan energi listrik di NTT khususnya Pulau Flores mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, hal itu merupakan pertanda baik terhadap kondisi ekonomi masyarakat.

Pemenuhan energi tersebut, katanya pula, ditopang oleh beberapa pembangkit listrik yang masih menggunakan bahan bakar minyak yang secara biaya pokok produksi lebih tinggi dibanding nilai jual ke pelanggan.

“Biaya produksi listrik di Pulau Flores itu sekitar Rp2.000 per kWh (kilowatt hours), sedangkan biaya yang dibebankan kepada masyarakat untuk pelanggan rumah tangga 1.300 VA sebesar Rp1.444 per kWh, artinya ada selisih yang harus ditanggung oleh negara melalui subsidi energi,” ungkap Dede Mairizal.

Baca Juga: Tingkatkan Basis Kapasitas Terpasang, Pertamina Geothermal Energy Siapkan Investasi 1,6 miliar Dolar AS

Dede Mairizal mengatakan, melalui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditugaskan untuk menyiapkan suplai energi yang cukup dan andal secara operasional, terlebih PLN ditargetkan menyiapkan energi yang ramah lingkungan guna mendukung tercapainya Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.

“Ada potensi energi murah dan ramah lingkungan yang cukup menjanjikan di wilayah Poco Leok, sehingga perlunya langkah strategis dan dukungan dari berbagai pihak di lokasi pembangunan agar tercapai kesamaan pandangan dan tujuan tentunya potensi ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama," kata Dede Mairizal.

Menurut dia, PLN menyadari proses merealisasikan cita-cita besar ini menghadapi tantangan yang tidak ringan, baik pada sisi teknis maupun non teknis karena adanya perbedaan pemahaman akibat tidak tersampaikannya informasi secara utuh.

“Kami tentunya dengan tangan terbuka siap menerima masukan dan saran dari segenap stakeholder dan masyarakat luas di Satarmese, karena itu merupakan bagian dari misi PLN untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan," jelas Dede.

Baca Juga: Capai Net Zero Emission, ESDM Perdagangkan Karbon PLTU Tahun Ini

PLTP Ulumbu

Saat ini pembangunan perluasan PLTP Ulumbu di wilayah Poco Leok memasuki tahap pematangan survei topografi untuk mengetahui data empiris awal kepemilikan batas lahan untuk sarana jalan masuk dan lokasi eksplorasi (wellpad) di Desa Lungar, Kecamatan Satarmese.

Ia mengakui bahwa masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan termasuk kaitannya dengan adanya penolakan masyarakat di daerah itu.

"Kita harus bisa menjelaskan bagaimana panas bumi di Poco Leok nantinya akan dikembangkan dan dikelola," kata Dede Mairizal.

Selanjutnya, pihak Dede akan membangun komunikasi dengan seluruh elemen masyarakat. "Kita berupaya untuk memastikan masyarakat mendapat informasi tersebut secara lengkap, utuh, dan akurat," tandasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner