Kalteng

Polemik Batas Wilayah PT Indexim Utama dan Dayak Kaharingan Barut Berakhir Damai

apahabar.com, MUARA TEWEH – Polemik panjang PT Indexim Utama dengan umat Hindu Kaharingan, Desa Muara Mea,…

Featured-Image
Perdamaian PT Indexim Utama dan warga Dayak Keharingan Barut terkait batas wilayah yang dianggap sakral ditandai dengan dibangunnya Patung Blotang atau Petugur. Foto-apahabar.com/Istimewa.

bakabar.com, MUARA TEWEH – Polemik panjang PT Indexim Utama dengan umat Hindu Kaharingan, Desa Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah (Kalteng) kini berakhir damai.

Perdamaian kedua pihak terkait batas wilayah yang dianggap sakral oleh warga dayak Kaharingan itu ditandai dengan dibangunnya Patung Blotang atau Petugur. Acara juga dibalut ritual Gomek dan Buntang, Rabu (16/2).

Wakil General Manager PT Indexim Utama H Supri Muyono menyampaikan bahwa selain dibangun patung Blotang, nantinya juga akan didirikan Balai Basarah atau sarana tempat ibadah bagi umat Hindu Kaharingan yang dibangun oleh perusahaan.

“Pendirian patung Blontang ini sebagai tempat batas areal wilayah Gunung Peyuyan yang menjadi areal hutan sakral sebagaimana yang disampaikan warga,” jelas Supri.

Selama ini pihaknya mengaku tidak mengetahui jika kawasan yang masuk wilayah PT Indexim Utama itu merupakan hutan sakral masyarakat setempat.

Supri yang didampingi Manager Camp Awiandie Tanseng mewakili PT Indexim Utama meminta permohonan maaf.

“Pada prinsipnya, sejak awal kami tidak ada unsur kesengajaan menggarap lahan yang dianggap warga sebagai kawasan hutan sakral dan (kami) bekerja sesuai dengan SK perizinan yang diberikan oleh pemerintah,” terang Supri.

“Kendati demikian, kami segenap pimpinan dan karyawan PT Indexim Utama dan PT Sindo Lumber menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada umat Hindu Kaharingan di Desa Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei dan umat Hindu Kaharingan di Kabupaten Barito Utara dan Kalimantan pada umumnya,” lanjut Supri.

Pihaknya mendorong masyarakat Desa Muara Mea untuk menyurati pemerintah dengan menyampaikan data-data otentik luasan serta batas-batas areal yang disakralkan.

Supri menambahkan, pihaknya tidak ada keinginan untuk menggarap lahan yang disakralkan dengan melecehkan ataupun menginjak-injak adat istiadat masyarakat Adat Dayak beragama Hindu Kaharingan.

Oleh karena itu, Supri berharap diberikan data sebenarnya, terutama terkait luasan dan batas-batas wilayah disakralkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku instansi pemberi izin areal.

“Kalau ada rekomendasi kami siap mengeluarkan atau melepas dan tidak menyentuh lokasi tersebut,” janjinya.

Pendirian patung Blontang ini dipimpin oleh Sahayuni selaku Demang Kepala Adat Kecamatan Gunung Purei dan dihadiri semua unsur pemerintah setemlat, Kedamangan, Majelis Kaharingan, Lembaga dan Organisasi Dayak setempat.

Komentar
Banner
Banner