bakabar.com, JAKARTA - Polda Metro Jaya resmi menghentikan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan wartawan CNNIndonesia.com, Tohirin saat meliput aksi demonstrasi Omnibus Law Oktober 2020.
Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan Propam (SP2HP2) disebutkan hasil penyelidikan Subbidpaminal Bidpropam tak menemukan fakta-fakta dugaan penganiayaan.
“Sejauh ini belum ditemukan adanya anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dan Kode Etik Profesi Polri,” demikian surat yang diterima CNNIndonesia.com pada pekan lalu.
Diketahui, Tohirin meliput aksi unjuk rasa soal Omnibus Law di Simpang Harmoni, Jakarta Pusat. Saat itu, sejumlah aparat keamanan diduga menganiaya dan merampas ponsel Tohirin yang dipakainya untuk meliput.
Surat yang diteken oleh Kabid Propam Polda Metro Jaya, Kombes Bhirawa Braja Paksa itu menyatakan hasil penyelidikan mengungkap bahwa fakta-fakta penganiayaan dan perampasan ponsel tak dapat dibuktikan.
Dalam keterangan tersebut juga disebutkan bahwa surat itu tak dapat digunakan untuk proses peradilan, melainkan hanya untuk informasi dalam pelayanan Polri ke masyarakat.
Diketahui pada November 2020, Tohirin diperiksa pihak Propam Polda Metro Jaya terkait dengan kejadian tersebut. Sampai surat di atas diterbitkan, belum ada lagi pemeriksaan lebih lanjut hingga akhirnya pihak Propam menyatakan tak menemukan pelaku.
Kasus dugaan pemukulan itu terjadi saat polisi tengah memukul mundur demonstran yang menolak Omnibus Law di kawasan Simpang Harmoni, Jakarta Pusat.
Walaupun Tohirin sudah menunjukkan kartu pers dan menggunakan rompi pelindung dengan tulisan ‘pers’, dugaan pemukulan tetap terjadi.Tohirin yang sendiri berada di barisan polisi tiba-tiba dihampiri aparat keamanan yang tengah memukuli sejumlah massa demonstrasi yang tertangkap.
“Kepala saya digaplok, satu sampai tiga kali, saya lupa. HP saya dirampas, dibuka, diperiksa galeri, kemudian dibanting. ID pers saya juga diambil lalu dibuang,” kata Tohirin.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap wartawan mencapai 84 kasus pada 2020.
Jumlah tersebut meningkat dari periode 2019 yakni 53 kasus. AJI juga menyatakan selain kekerasan fisik, jenis serangan digital juga kerap terjadi pada wartawan pada tahun lalu.
bakabar.com, JAKARTA - Polda Metro Jaya resmi menghentikan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan wartawan CNNIndonesia.com, Tohirin saat meliput aksi demonstrasi Omnibus Law Oktober 2020.
Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan Propam (SP2HP2) disebutkan hasil penyelidikan Subbidpaminal Bidpropam tak menemukan fakta-fakta dugaan penganiayaan.
“Sejauh ini belum ditemukan adanya anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dan Kode Etik Profesi Polri,” dalam surat kutip bakabar.com dari CNNIndonesia.com pada pekan lalu.
Diketahui, Tohirin meliput aksi unjuk rasa soal Omnibus Law di Simpang Harmoni, Jakarta Pusat. Saat itu, sejumlah aparat keamanan diduga menganiaya dan merampas ponsel Tohirin yang dipakainya untuk meliput.
Surat yang diteken oleh Kabid Propam Polda Metro Jaya, Kombes Bhirawa Braja Paksa itu menyatakan hasil penyelidikan mengungkap bahwa fakta-fakta penganiayaan dan perampasan ponsel tak dapat dibuktikan.
Dalam keterangan tersebut juga disebutkan bahwa surat itu tak dapat digunakan untuk proses peradilan, melainkan hanya untuk informasi dalam pelayanan Polri ke masyarakat.
Diketahui pada November 2020, Tohirin diperiksa pihak Propam Polda Metro Jaya terkait dengan kejadian tersebut. Sampai surat di atas diterbitkan, belum ada lagi pemeriksaan lebih lanjut hingga akhirnya pihak Propam menyatakan tak menemukan pelaku.
Kasus dugaan pemukulan itu terjadi saat polisi tengah memukul mundur demonstran yang menolak Omnibus Law di kawasan Simpang Harmoni, Jakarta Pusat.
Walaupun Tohirin sudah menunjukkan kartu pers dan menggunakan rompi pelindung dengan tulisan ‘pers’, dugaan pemukulan tetap terjadi.Tohirin yang sendiri berada di barisan polisi tiba-tiba dihampiri aparat keamanan yang tengah memukuli sejumlah massa demonstrasi yang tertangkap.
“Kepala saya digaplok, satu sampai tiga kali, saya lupa. HP saya dirampas, dibuka, diperiksa galeri, kemudian dibanting. ID pers saya juga diambil lalu dibuang,” kata Tohirin.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap wartawan mencapai 84 kasus pada 2020.
Jumlah tersebut meningkat dari periode 2019 yakni 53 kasus. AJI juga menyatakan selain kekerasan fisik, jenis serangan digital juga kerap terjadi pada wartawan pada tahun lalu.