Histori

Pilunya Perjuangan Vincent van Gogh yang Lahirkan Hari Bipolar Sedunia

Van Gogh terus dikenang sebagai seniman yang tak lekas menyerah dengan bipolar. Perjuangan inilah yang membuat 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Bipolar Sedunia

Featured-Image
Potret Vincent van Gogh yang diambil sebelum kematiannya (Foto: LinkedIn/Cory Galbraith)

bakabar.com, JAKARTAThe Starry Night dan ribuan lukisan bergaya post impresionisme lainnya sukses mengguncang dunia seni internasional. Itulah hasil tangan dingin Vincent van Gogh, sang seniman yang bertahun-tahun berjibaku dengan bipolar.

Van Gogh bukanlah seniman yang meniti karier sejak usia belia; dia baru mulai melukis di umur 27 tahun. Jalannya sebagai seniman pun tidak semulus yang dikira: kesulitan finansial melanda hingga membuatnya hidup berpindah-pindah.

Meski jalannya terjal, Van Gogh tak pernah berhenti melahirkan karya seni. Selang delapan tahun menekuni profesi ini, semangatnya malah kian menjadi-jadi. Naas, rupanya itu adalah upaya sang seniman untuk melawan krisis penyakit mentalnya.

Pria berdarah Belanda itu pertama kali diketahui mengidap gangguan jiwa akut saat menetap di Arles, Prancis. Ini ditandai dengan aksi nekat sang seniman yang memotong telinga kirinya, lalu memberikannya kepada pelacur sekira Desember 1888.

Van Gogh bahkan sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa Saint-Remy, Prancis, pada 1889-1990. Sekali pun dirinya mendekam di RSJ, Van Gogh tak pernah berhenti melukis. Pasokan kanvas, cat, dan alat-alat lukis lain terus mengalir ke tempatnya berada.

Selagi melukis, suasana hati Van Gogh dapat berubah drastis. Dia menjadi merasa depresi, cemas, dan kesepian. Gejolak psiko-emosional ini diketahui dari surat-surat yang dikirimkan Van Gogh untuk adiknya, Theo.

“...Saya sering berada dalam kesengsaraan besar”

Saya merasa ada seseorang tergeletak di dasar sumur yang dalam dan gelap, dengan tangan dan kakinya terikat, benar-benar tak berdaya." Begitulah bunyi sepenggal surat Van Gogh yang menggambarkan dirinya sedang mengalami serangan depresi.

Di sisi lain, Van Gogh merasa semangatnya untuk melukis kian membara. Dia menyuratkan ambisinya untuk kembali menggoreskan kuas di atas kanvas, sekali pun tekad itu dibangun atas kemarahan daripada cinta.

Memang benar bahwa saya sering berada dalam kesengsaraan terbesar, tetapi masih ada di dalam diri saya keharmonisan dan musik yang tenang lagi murni. Di gubuk yang paling miskin, di sudut paling kotor, saya melihat gambar-gambar.”

Sayang, Van Gogh menyerah dengan keadaan. Dia mencoba bunuh diri dengan menembakkan senapan ke dadanya pada 27 Juli 1890. Sang seniman tak langsung meninggal, malah sempat dirawat selama dua hari.

Dia baru benar-benar berpulang dua hari setelahnya, atau pada 29 Juli 1890. Van Gogh yang kala itu masih berusia 37 tahun, meninggal akibat infeksi parah pada luka tembak, mengingat peluru yang bersarang tak dapat dikeluarkan.

Tanggal Lahirnya Diperingati sebagai Hari Bipolar Sedunia

Kendati telah berpulang, nama Van Gogh terus dikenang sebagai seniman yang tidak lekas menyerah dengan gangguan bipolar. Perjuangan inilah yang membuat tanggal lahirnya, 30 Maret, ditetapkan sebagai Hari Bipolar Sedunia.

Usulan tersebut bermula dari pemikiran Dr. Pichet Udomratn, anggota Asian Network of Bipolar Disorder (ANBD). Inisiatif ini lantas juga disepakati oleh International Bipolar Foundation (IBPF) dan International Society for Bipolar Disorder (ISBD).

Jauh sebelum Van Gogh didiagnosis bipolar, gangguan kejiwaan itu telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Namun, pemahaman konseptual modern tentang gangguan tersebut baru terjadi pada abad ke-19. 

Adalah Jules Baillarger dan Jean-Pierre Falret, dua tokoh Prancis yang merepresentasikan deskripsi tentang gangguan bipolar ke Académie de Médecine di Paris pada 1854. Barulah pada 1999, berdiri Yayasan Bipolar Internasional (IBF).

Yayasan itulah yang meneliti gangguan bipolar lebih lanjut, serta membantu orang yang menderita penyakit tersebut.

Editor


Komentar
Banner
Banner