bakabar.com, TANJUNG – Seisi Takulat gempar. Desa di Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong geger oleh kematian Widiyanti (22) yang tewas dihabisi suaminya sendiri, MI (26).
Baru menikah secara resmi, hari-hari pasangan muda ini diisi dengan berjualan ayam.
Dalam sepekan, mereka rutin berdagang ayam potong hingga Pasar Ampah di kabupaten tetangga, Barito Timur, Kalimantan Tengah.
“Sebelum menikah, korban yang lahir di Banjarmasin berdiam diri di Muara Baguk bersama ibundanya,” ujar tetangga yang juga Kepala Desa Takulat, Ramlan, ditemui bakabar.com di sela-sela kesibukannya mempersiapkan proses pemakaman jenazah Widi.
Karena usia mereka di bawah umur, maka pernikahan kala itu dilakukan secara hukum agama Islam. Baru setelah menginjak dewasa, mereka menikah kembali. Sesuai aturan pemerintah, guna mendapatkan buku nikah.
Dari pernikahan itu, korban dan suaminya dikaruniai seorang anak. Bocah perempuan itu kini berusia 5tahun 6 bulan.
Ya, kematian Widi menggemparkan seisi Desa Takulat, Kelua, Kabupaten Tabalong, Selasa (6/7).
Jasad perempuan muda ini ditemukan terlentang bersimbah darah di rumah sepupunya kawasan RT 01.
Tak lama berselang, polisi mengamankan pelaku pembunuhan Widi yang ternyata adalah suaminya sendiri. Ia diserahkan oleh pihak keluarga.
“Benar sudah kami amankan,” ujar Kapolres Tabalong M Muchdori didampingi Kasat Reskrim AKP Trisna kepada bakabar.com.
Malam itu, Widi ternyata sengaja menginap di rumah sepupunya guna menenangkan diri.
Namun sekitar pukul 03.00, sepupu Widi mendengar suara gaduh dari kamarnya. Ia pun bangun dan berusaha membuka kamar. Lantaran terkunci, ia mendobrak pintu tersebut.
Betapa terkejutnya saat ia melihat korban dan suaminya sudah beradu fisik. Ia berupaya melerai sambil berteriak minta tolong.
Pagi harinya, seisi RT 02 Desa Takulat, Kelua, Kabupaten Tabalong geger atas kabar tewasnya Widiyanti.
Pembunuhan Widi diduga kuat dilatari rasa cemburu MI yang menduga istrinya itu telah berselingkuh.
MI kini sudah dijebloskan ke sel Mapolres Tabalong. Ia terancam 15 tahun penjara sesuai pasal 44 ayat 3 UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Lantas, bagaimana nasib anak mereka?
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
"Almarhumah meninggalkan anak yang masih kecil. Saat ini tinggal bersama neneknya,” jelas kades Ramlan.
Kronologi Lengkap
Pelan tapi pasti, misteri tewasnya Widiyanti, mulai terungkap.Lantas, bagaimana awal kekerasan dalam rumah tangga berujung maut tersebut?
Kejadian rupanya bermula saat suami korban mencari istrinya ke tempat D warga Kelua, yang merupakan pemilik toko ponsel, Senin 5 Juli sekitar pukul 12.00.
Saat itu kendaraan istrinya ada di situ, tetapi yang dicari tak menampakkan batang hidung.
Saat ditanya, D mengaku tidak tahu. MI kemudian mencari-cari Widi di toko ponsel itu.
Meski sempat marah-marah, MI tak kunjung menemukan Widi di toko ponsel itu.
Sehabis magrib tiba-tiba korban dan keluarga suaminya mendatangi rumah LurahPulau, Pahrudin.
Kedatangan mereka untuk dipertemukan dengan D karena telah berbohong tidak mengetahui keberadaan Widi saat didatangi suaminya siang itu.
Sementara korban sendiri mengaku kalau dia saat itu berada di toko D untuk mentransfer uang ke ibunya di Banjarbaru.
Sekitar pukul 21.00 pertemuan antara keluarga MI dan D berlangsung dengan dihadiri sejumlah pihak.
Dalam pertemuan itu, D diminta membayar uang kesopanan sebesar Rp2,5 juta karena dianggap berbohong hingga MI mengamuk.
"Dengan pembayaran uang kesopanan itu persoalan selesai, meski MI tidak dihadirkan karena ditakutkan membuat keributan," jelas Kepala Desa Takulat, Ramlan kepada bakabar.com.
Setelah pertemuan itu, korban pulang ke rumah sepupunya. Kemudian suaminya menyusul hingga petaka pembunuhan terjadi.
"Kami tidak tahu lagi ceritanya bagaimana sebelum kejadian pembunuhan di rumah itu, " kata Ramlan.
Terpisah, Lurah Pulau, Pahrudin membenarkan malam tadi ada warga Takulat datang ke rumahnya didampingi kades.
"Mereka datang sehabis magrib, dengan maksud berbaikan, karena D berbohong tidak ada istri pelaku," jelasnya.
Pada pukul 21.00, pertemuan dimulai dengan menghadirkan D, keluarga MI dan istrinya. Dari pihak Kelurahan dihadiri ketua RT 4 dan lainnya.
"Dalam pertemuan itu, saya menanyakan mana MI, kenapa tidak dihadirkan? Oleh keluarganya tidak usah dihadirkan karena bisa membuat keributan," jelas Pahrudin.
Dalam berita acara pertemuan, D membayar uang kesopanan Rp2,5 juta dan membantu mencarikan handphone MI yang hilang saat mengamuk di ponselnya.
"Belakangan handphone itu tertinggal di rumahnya sendiri dan sudah ditemukan," pungkas Pahrudin.
Rupanya setelah itu korban datang ke rumah sepupunya berinisial H di Desa Takulat RT 01 untuk menginap menenangkan diri.
Dari informasi dihimpun bakabar.com, korban ke rumah sepupunya sekitar pukul 22.00, Senin malam, 5 Juli.
Kemudian sekitar pukul 22.30, suaminya datang untuk menemui istrinya.
Setelah itu korban tidur di kamar dan suaminya tidur di ruang samping kamar tidur korban.
Sekitar pukul 03.00, saksi RA mendengar ribut-ribut di dalam kamar. Dan ia pun bangun untuk berusaha membuka pintu kamar. Namun pintu tersebut terkunci hingga ia mendobraknya.
Setelah pintu terbuka, ia melihat korban dan suaminya berkelahi adu fisik. Ia punberusaha melerainya sambil berteriak minta tolong.
Saat itu korban dilaporkan sudah dalam keadaan terlentang dan diketahui sudah meninggal dunia. Pipinya lebam, dan terdapat luka di leher atas. Sejurus kemudian pelaku diserahkan keluarganya ke Polsek Kelua.