bakabar.com, KOTABARU – Selama ini polisi berpakaian sipil atau reserse identik dengan perawakan garang dan gerak senyap.
Kisah memilukan kali ini datang dari Kotabaru. Seorang bocah penyandang disabilitas asal Desa Bekambit Asri, Kecamatan Pulau Laut Timur, Kotabaru berhenti sekolah. Gegaranya hanya karena sepeda.
Bocah itu bernama Joko Munasif. Ia mestinya duduk di bangku SMP. Namun karena keterbatasan fisik, ditambah lagi faktor ekonomi keluarga, ia terpaksa berhenti bersekolah.
Tak cuma karena sepeda ontelnya rusak, ia juga tak memiliki handphone.Praktis, ia tak bisa mengikuti pembelajaran yang saat ini menggunakan sistem online akibat pandemi Covid-19.
Untuk bersekolah, Joko dengan kekurangan di kedua kakinya harus menempuh jarak 5 kilometer dari rumahnya.
Joko kecil tinggal di sebuah gubuk tua di Desa Bekambit Asri bersama ibu kandungnya, Pujiati (44). Sang ibu juga penyandang disabilitas.
Meski dengan segala keterbatasan fisik, mereka menolak kalah. Meski harus bersusah payah, mereka terbilang mandiri. Makan dari upah memanen padi.
Menjadi buruh mengatam umumnya dijalani wanita dewasa ketika desanya memasuki musim panen.
Sekalipun harus mengesot, karena kedua kakinya tidak senormal layaknya ibu-ibu lain, Puji tetap pergi ke ladang. Maklum, Joko menyandung status yatim. Ayah kandungnya lama wafat.
Sebelum pandemi Covid-19, Joko berbulan-bulan tak masuk sekolah. Terlebih uluran tangan dermawan tak kunjung datang.
Namun seiring berjalannya waktu, kabar memilukan ini akhirnya sampai ke telinga seorang polisi bernama Yuli Hermiyanto. Pangkatnya Aipda. Dinasnya di Polsek Pulau Laut Timur.
Aipda Yuli sudah menjabat kepala unit reserse kriminal, jabatan yang biasanya diisi oleh perwira polisi.
Baru tadi, Yuli diam-diam mendatangi rumah Joko dan ibunya.
Diselimuti rasa haru, Yuli disambut ramah Joko dan ibunya. Perbincangan hangat terbangun. Termasuk mengapa Joko sampai berhenti sekolah.
Joko pun jujur. Ia mengaku berhenti karena sepeda ontelnya rusak. Juga karena sering diejek oleh rekan sekolahnya karena keterbatasan fisik.
Mendengar cerita Joko, Yuli makin luluh. Ia pun bertekad membuat Joko kembali bersekolah.
Persoalan, sepeda ontel dan HP, Yuli akan mencarikan solusinya belakangan. Yang penting bagaimana Joko bisa sekolah dulu.
Raut kegembiraan pelan-pelan terpancar dari wajah Joko. Siang itu, Yuli mengajaknya ke sekolah.
“Ya karena dia ngomong mau sekolah lagi,” ujar Yuli.
Dewan guru serta wali kelasnya pun tak kalah riangnya. Mereka mau menerima Joko lagi.
“Kalau di lingkungannya sendiri tidak ada yang peduli, lalu siapa lagi. Lalu seperti apa nasib generasi penerus kita nanti,” ujar Yuli yang sebelumnya enggan namanya dimediakan.
“Intinya, kita kasian melihat kondisi mereka. Saya merasa terpanggil saja, dan tidak ingin Joko berhenti sekolah. Semoga, saja dia tetap semangat, dan banyak yang peduli nanti,” harap Yuli.