bakabar.com, JAKARTA - Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengungkapkan bahwa LPS telah melakukan resolusi terhadap total 119 bank selama periode 2005-2023.
“Dalam rangka resolusi bank, sejak tahun 2005-2023, ada sekitar 119 bank yang diresolusi oleh LPS, 1 bank umum, kemudian 118 BPR/S, di antaranya 105 BPR dan 13 BPRS,” kata Lana, di Jakarta, Selasa (20/6).
Dalam penetapan resolusi bank selama periode tersebut, LPS telah membayarkan simpanan kepada nasabah Rp1,75 triliun. Sedangkan, simpanan yang tak layak bayar mencapai Rp373 miliar.
Lebih lanjut, Lana menjelaskan alasan LPS mengategorikan simpanan yang tidak layak bayar. Pertama, tidak adanya catatan aliran dana nasabah masuk ke bank terkait.
Baca Juga: Temuan BPK: Laporan Keuangan OJK dan LPS Tahun 2022 Bermasalah
Ia memberikan contoh apabila ada nasabah yang menyetorkan simpanan melalui pegawai bank, namun pegawai bank itu tidak mencatat adanya transaksi dari rekening nasabah.
Kedua, jika bunga deposit atau simpanan lebih besar dibandingkan batas tingkat bunga penjaminan yang ditetapkan oleh LPS. Untuk saat ini 4,25 persen.
Ketiga, banyaknya debitur yang tidak mampu melunasi kreditnya ke bank, sehingga bank mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, simpanan tersebut tidak dapat dikembalikan oleh LPS.
Lebih lanjut, Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Mardiyono menambahkan, saat ini pun masih ada lima Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang sedang dalam proses likuidasi.
Baca Juga: Guncangan di AS dan Eropa, LPS: Perbankan Nasional Stabil
Adapun, saat ini peran dan fungsi LPS semakin diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Melalui UU P2SK, LPS berfungsi sebagai risk minimizer yang mana diberi mandat tambahan yang mencakup pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi, penempatan dana pada Bank Dalam Penyehatan (BDP), pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP), serta pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan, dan UU Pasar Modal.